Eco- Enzyme Karya Kelompok Perempuan Tani Desan Lajer

GROBOGAN – Kamis, 2 September 2021, Kelompok perempuan tani dampingan program ECHO Green di desa Lajer, Grobogan mengolah sisa sampah organik (sisa buah) jadi Eco-Enzyme

Sistem pengelolaan sampah organik yang belum maksimal telah menimbulkan masalah dan menyumbang sebesar 60% sampah di Indonesia. Hal ini yang melatarbelakangi kelompok perempuan tani di desa Lajer, Kecamatan Penawangan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah mulai mengolah sisa sampah organik yang berasal dari sayuran dan buah – buahan untuk dijadikan “Eco-Enzyme”

Eco-Enzyme merupakan salah satu pengembangan produk berbasis limbah organik melalui pendekatan sirkular ekonomi. Eco-Enzyme ini dihasilkan dari fermentasi limbah organik seperti ampas buah dan sayuran, gula (gula coklat, gula merah atau gula tebu), dan air.

Enzim mengubah amonia menjadi nitrat (NO3), sebagai hormon alami dan nutrisi untuk tanaman. Enzim pula mengubah karbon dioksida (CO2) menjadi karbonat (CO3) yang bermanfaat bagi tanaman laut dan kehidupan laut. Sehingga Eco Enzyme bisa menjadi cairan multiguna dan salah satu cara manajemen sampah yang memanfaatkan sisa-sisa dapur untuk sesuatu yang sangat bermanfaat.

Ari Kusuma, Sub District Coordinator (SDC) program ECHO Green untuk wilayah Kecamatan Penawangan, Kabupaten Grobogan mengatakan bahwa Eco Enzyme memiliki banyak manfaat di bidang kesehatan, pertanian, peternakan dan perbaikan kualitas lingkungan. Khususnya pada situasi pandemi covid-19, Eco-Enzyme ini dapat dimanfaatkan sebagai desinfektan karena dapat menyerap polutan-polutan di udara. Sehingga udara menjadi lebih segar. Sekaligus bisa mengurangi emisi gas kaca yang disebabkan karbon dioksida.

Eco-Enzyme juga dapat digunakan merangsang hormon tanaman untuk meningkatkan kualitas buah dan sayuran, penolak serangga alami serta meningkatkan hasil panen.

Sri Wahyumi, salah satu kelompok perempuan tani “Sinta Green” menambahkan, tidak hanya bermanfaat sebagai desinfektan alami, eco-enzyme yang melalui proses fermentasi ini akan diambil biangnya (Mama Jelly) yang bisa digunakan sebagai masker wajah dan terapi luka bakar. Jika setiap rumah tangga mampu mengolah sampah mereka untuk menghasilkan enzim ramah lingkungan, Hal itu dapat menghentikan limbah dapur dari polusi tanah dan mengurangi pemanasan global. Sehingga setiap dari kita memiliki peran menyelamatkan perubahan iklim dimulai dari limbah yang kita konsumsi sendiri. “cerdas mengkonsumsi pangan, cerdas pula mengolah limbah sisa pangan!”.

Mama Jelly sendiri adalah “biang” penghasil enzim yang diperoleh pada saat memanen eco-enzyme. bentuknya seperti jelly nata de coco, memiliki kandungan zat anti inflamasi dan anti gatal, sering digunakan untuk masker wajah atau terapi pengobatan luka luar. Untuk menghasilkan mama jelly ini, dibutuhkan waktu minimal 3 bulan untuk proses fermentasi

Sumber: http://echogreen.id/eco-enzyme-karya-kelompok-perempuan-tani-desa-lajer/

Hari Tani Nasinonal Sebagai Momentum bagi Generasi Muda di Lombok Timur Merenrapkan Model Pertanian Inovatif yang Ramah Lingkunga dan Menjanjikan

Sumber: http://echogreen.id/hari-tani-nasional-sebagai-momentum-bagi-generasi-muda-di-lombok-timur-menerapkan-model-pertanian-inovatif-yang-ramah-lingkungan-dan-menjanjikan/

Integrasi Inisiatif ekonomi Hijau Dalam Rencana Kerja Pemerintah Nagari di Kabupaten Padanag Pariaman

PADANG PARIAMAN – ECHO Green mengadakan serangkaian kegiatan “Integrasi Inisiatif Ekonomi Hijau dalam Rencana Kerja Pemerintah Nagari” yang bertempat di Hotel Axana Padang, Sumatera Barat. (17/11/2022)

Peserta yang terlibat dalam kegiatan yang dilaksanakan pada 16 dan 17 november 2022 ini dihadiri oleh perwakilan 25 Nagari dampingan ECHO Green dan 1 Nagari di luar Echo Green.

Kegiatan ini bertujuan untuk mendukung replikasi inisiatif ekonomi hijau di sektor pertanian masuk ke dalam RPJMD di tingkat desa. Dimana peran perempuan dan generasi muda tani sebagai aktor utama pembangunan desa/nagari yang inklusif dan berkelanjutan.

Program Manager Echo Green Padang Pariaman, Ramadhaniati menyampaikan dalam kegiatan Integrasi Inisiatif Ekonomi Hijau dalam Rencana Kerja Pemerintah Nagari di Kabupaten Padang Pariaman ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas bagi pemerintah nagari dalam perencanaan nagari yang inklusif.

Selain itu, Ramadhaniati mengungkapkan kegiatan ini juga bertujuan untuk mainstreaming inisiatif-inisiatif lokal untuk ekonomi hijau yang sudah dilakukan dalam program ECHO Green di tingkat nagari agar mendapatkan dukungan dari pemerintah nagari melalui perencanaan nagari.

Ali Waldana selaku Wali Nagari Kampuang Galapuang, Kecamatan Ulakan Tapakis mengucapkan terima kasih terhadap program ECHO Green khususnya selama pembuatan PERNA (Peraturan Nagari).

“ECHO Green memberikan pengetahuan bagaimana membuat kebijakan sesuai dengan teknis dan regulasi. Proses RKP dibutuhkan oleh Nagari, karena selama ini Nagari kurang mengetahui aspek teknis dan regulasi saat Menyusun RKP”, Ucapnya.

Pada hari kedua, Agung Wijaya Fasilitator dari Echo Green mengajak peserta dari perwakilan 25 Nagari dampingan ECHO Green dan 1 nagari di luar ECHO Green untuk praktek proses penginputan perencanaan nagari ke dalam aplikasi Sistem Keuangan Desa (Siskuedes). Aplikasi Siskeudes ditujukan kepada aparat pemerintah desa untuk memudahkan pengelolaan keuangan desa mulai dari tahap perencanaan hingga tahap pelaporan/pertanggungjawaban.

Sampai saat ini ECHO Green di Kabupaten Padang Pariaman sudah melakukan berbagai kegiatan dan salah satunya adalah promosi model ekonomi hijau (pertanian ramah lingkungan yang inklusif). Praktek baik yang sudah dilakukan selama ini diharapkan dapat menjadi bahan pelajaran  dan dapat diadopsi oleh pemerintahan Nagari dampingan program dalam perencanaan Nagari.

Sumber: http://echogreen.id/integrasi-inisiatif-ekonomi-hijau-dalam-rencana-kerja-pemerintah-nagari-di-kabupaten-padang-pariaman/

Memfasilitasi Studi Banding Perempuan dan Kelompok Tani Muda ke Inisiatif Hijau Lainnya Untuk Sektor Lain di Lombok Timur

Lombok Timur- ECHO Green Lombok Timur lakukan kegiatan studi banding antar kelompok perempuan dan generasi muda tani ke inisiatif hijau lainnya dan untuk sektor lain seperti, perikanan, pariwisata dan industri kreatif lainnya, pada Selasa (20/12/2022).

Kelompok perempuan dan generasi muda tani dampingan ECHO Green menyambangi Kelompok Jarpuk Rindang sebagai kelompok perempuan pengelola bisnis lokal.

SDC Subdistrik Koordinator Echo Green Ida Laely menyebutkan, Kegiatan studi banding ini untuk memfasilitasi kelompok-kelompok dampingan dalam mengembangkan dan memiliki ide-ide baru dalam mengembangkan program ekonomi hijau (ECHO Green).

“Kegiatan studi banding ini dalam rangka memfasilitasi kelompok perempuan dan generasi muda tani dampingan untuk belajar tentang pengelolaan konsep ekonomi hijau dan menumbuh kembangakn organisasi yang telah dibentuk,” sebut Ida Laely.

Peserta studi banding merupakan perwakilan dari kelompok yang telah dibentuk  di desa-desa dampingan sebanyak 15 orang dari Kec. Sambelia 5 orang, Kec. Suela 5 orang dan 5 orang dari Kec. Sembalun.

Program ECHO Green sudah dilaksanakan sejak tahun 2020 di Kabupaten Lombok Timur untuk 3 kec. sembalun, Kec. Sambelia dan Kec. Suela yang bertujuan untuk mempromosikan inisiatif ekonomi hijau oleh petani perempuan dan generasi muda di sektor pertanian, dalam rangka meningkatkan produktivitas pertanian, ketahanan pangan, kesempatan kerja yang layak dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif guna mendukung pencapaian SDG 2, SDG 5, dan SDG 8.

“Kegiatan studi banding ini dalam rangka memperkenalkan inisiatif ekonomi hijau lainnya kepada kelompok generasi muda dan perempuan tani yang sudah dibentuk oleh ECHO Green ” ungkap Subhan.

Menurutnya, bahwa ekonomi hijau adalah, aktivitas ekonomi yang mampu meningkatkan kesejahteraan dan keadilan sosial. Ekonomi hijau ingin menghilangkan dampak negatif pertumbuhan ekonomi terhadap lingkungan dan kelangkaan sumber daya alam khususnya dibidang pertanian.

“Berdasarkan konsep diatas maka dalam kegiatan studi banding peserta diharapkan lebih banyak mengenal inisiatif-inisiatif terkait pengembangan ekonomi hijau di sektor lain,”sebut dia.

Abdul Muis selaku salah satu SDC Subdistrik Koordinator ECHO Green menambahkan bahwa kegiatan yang sudah dilakukan dalam bentuk sekolah lapang dengan materi dan berbagai pelatihan peningkatan kapasitas kelompok yang telah dibentuk perlu untuk melakukan pengembangan dan berinovasi untuk ekonomi hijau.

“Mempelajari proses-proses pertumbuhan kelompok yang mendorong inisiatif ekonomi hijau lainnya menjadi terobosan untuk mendapatkan inovasi baru dalam pengembangan ekonomi hijau”, tambahnya.

Selain berbagai pengalaman dalam pengembangan juga untuk memperkenalkan proses-proses ekonomi hijau, pemasaran dan pertumbuhan organisasi yang telah dibentuk.

Sumber: http://echogreen.id/memfasilitasi-studi-banding-perempuan-dan-kelompok-tani-muda-ke-inisiatif-hijau-lainnya-untuk-sektor-lain-di-lombok-timur/

Peningkatan Kapasitas Teknik Lobi Bagi Kelompok Perempuan dan Generasi Muda Tani Untuk Mengembangkan dan Perluasan Akses Pemasaran Komoditas yang Lebih Luas

Grobogan – ECHO Green melakukan kegiatan peningkatan kapasitas Teknik lobi bagi kelompok perempuan dan generasi muda tani untuk pengembangan dan perluasan akses pemasaran komoditas yang lebih luas. (14/12/2022)

Kegiatan yang berlangsung selama dua hari tanggal 13-14 desember 2022 diikuti oleh 26 orang dari perwakilan perempuan dan generasi muda tani, turut hadir dalam fasilitasi ini Kepala Dinas Kabupaten Grobogan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Wakil Ketua KADIN, Koperasi Jagad Kasih serta Koperasi Pemasaran Karya Putra Bangsa.

ECHO Green mengungkapkan dalam rangka menguatkan kapasitas apara Anggota kelompok perempuan dan generasi muda tani dalam bidang pemasaran serta memfasilitasi mereka menemukan akses pasar lebih luas, terutama bagi komoditas yang prioritas , mulai dari produk pertanian dalam bentuk bahan baku hingga produk olahan ini dilakukan untuk menciptakan Green Economi.

Kadis Pertanian Kabupaten Grobogan Bapak Sunanto menjelaskan system pasar harus ada aturan-aturan yang harus dilakukan,bagaimana cara membeli dan bagaimana cara menjual, dalam arti petani untung, pedagang juga untung(jadi harus seimbang). Sector pertanian bukan sector pinggiran, sector pertanian bukan berarti kalah dari sector lainnya. Contohnya ketika semua mengalami inflasi,tetapi sector pertanian malah mengalami kenaikan.

“pasar adalah suatu hal yang kita ciptakan dan pasar itu bis akita taklukkan, kita harus optimis,” Jelasnya.

Bapak Darsono dari Dinas Perinsudtrian dan Perdagangan mengatakan latar belakang laber perdagangan telah di atur dalam undang-undang 36 tahun 2009, PP nomor 69/1999 tentang label dan iklan pangan. Label pangan adalah keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya yang disertakan pada pangan, dimasukkan kedalam, ditempelkan pada, dicetak pada atau merupakan bagian kemasan pangan.

Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Bapak Irwan Sudaryanto mengatakan bahwa pertanian telah mendukung perekonomian bangsa dengan menjadi penyumbang terbesar ketiga bagi PDB. Usaha pertanian modern kini tidak memerlukan lahan yang luas.

Turut memberikan materi dari Koperasi Pemasaran Jagad Kasih Kamulyan yang di wakili oleh bapak Sauki dan Bapak Felix memberikan gambaran teoritis penjualan sebuah produk.

Anggi Hanurita selaku Ketua Koperasi Pemasaran Karya Putra Bangsa juga hadir. Dalam materinya ia memaparkan koperasi perlu lebih membangun dirinya dan dibangun menjadi kuat, sehat, mandiri, modern dan berdaya saing berdasarkan prinsip koperasi dan mendukung usaha mikro, kecil dan menengah serta kewirausahaan, sehingga mampu berperan sebagai sokoguru perekonomian nasional.

“Koperasi adalah kumpulan orang-orang yang mencerdaskan. Koperasi dan usaha kecil dan menengah perlu mengembangkan koperasi modern melalui pelaksanaan model multi pihak yang melibatkan kepentingan para pihak,”Ungkapnya.

Di akhir kegiatan pasa peserta saling berbagi praktik baik salah satunya bapak Mulyadi dari Desa Pulutan yang sudah mencoba bermacam-macam usaha, contohnya menanam bawang merah, ternak ayam petelur, ternak ayam pedaging, ternak bebek. Dan sekarang sudah menandatangani MOU dengan Koperasi Karya Putra Bangsa untuk pembibitan kelengkeng dan durian di lahan bapak Mulyadi yang nanti kedepannya juga akan dibuat Agro Wisata Edukasi.

Sumber: http://echogreen.id/peningkatan-kapasitas-teknik-lobi-bagi-kelompok-perempuan-dan-generasi-muda-tani-untuk-pengembangan-dan-perluasan-akses-pemasaran-komoditas-yang-lebih-luas/

Anatomi Krisis Pangan Baru

Penguatan stok pangan domestik bukan opsi, tetapi harus dilaksanakan. Dampak sosial-ekonomi krisis pangan baru wajib dihindari karena biaya sosial politiknya sangat besar.

Peringatan beberapa lembaga internasional tentang krisis pangan baru karena pandemi Covid-19 bukan fiksi, kita perlu mewaspadai.

Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), Program Pangan Dunia (WFP), Lembaga Riset Pangan Internasional (IFPRI), dan Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) mengingatkan terjadinya krisis pangan ini.

Krisis pangan ini tidak ditandai oleh lonjakan harga pangan secara signifikan karena dipicu anjloknya kinerja perekonomian. Resesi ekonomi global akibat pandemi Covid-19 akan menyebabkan 500 juta orang di dunia jatuh miskin. Mereka tidak memiliki penghasilan memadai untuk membeli pangan pokok dan keperluan lain.

Tanda-tanda krisis pangan semakin terlihat sejak penerapan lockdown di beberapa negara. Di Indonesia dan negara berkembang lain, banyak penduduk tiba-tiba tidak dapat bekerja, terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), dan harus tergantung pada bantuan pangan. Mereka amat rentan karena akses pangan terganggu.

Anatomi krisis

Berikut ini adalah anatomi krisis pangan, meliputi pemicu (drivers), proses transmisi, dan dampak sosial-ekonomi pada tiga kasus: yaitu krisis ekonomi Asia 1998, krisis pangan global 2008, dan krisis pangan baru akibat pandemi Covid-19.

Resesi ekonomi global akibat pandemi Covid-19 akan menyebabkan 500 juta orang di dunia jatuh miskin.

Krisis ekonomi Asia 1998 adalah pemicu krisis pangan di beberapa negara Asia, khususnya yang bermasalah nilai tukar dan neraca pembayaran. Krisis pangan terjadi karena daya beli melemah, inflasi tinggi, dan akses pangan terganggu. Di Indonesia, nilai tukar rupiah memburuk dari Rp 2.450 per dollar AS menjadi Rp 16.650 per dollar AS. PHK dan pengangguran meluas, kemiskinan naik sampai 50 juta orang atau 24,2 persen dari total penduduk.

Laju inflasi melonjak dari 10,31 persen menjadi 82,4 persen, cadangan devisa menipis sampai 17,4 miliar dollar AS, utang luar negeri membengkak sampai 126,6 persen produk domestik bruto, dan pertumbuhan ekonomi anjlok dari 4,7 persen ke minus 13,7 persen.

Krisis diperparah kekeringan ekstrem El-Nino sehingga petani gagal panen dan harga pangan melonjak tinggi. Indonesia mencatat rekor baru impor beras 6 juta ton karena produksi domestik anjlok.

Setelah Presiden Soeharto berhenti, Presiden BJ Habibie, penggantinya, berusaha memulihkan krisis ekonomi. Pemerintah memberikan jaring pengaman sosial (JPS), mendirikan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), melaksanakan program rekapitalisasi hingga Rp 430 triliun, mengendalikan Bantuan Langsung Bank Indonesia (BLBI), dan lain-lain.

Krisis pangan global 2008 dipicu kenaikan harga minyak global hingga 120 dollar AS per barel, baik karena kenaikan biaya transportasi dan logistik perdagangan maupun karena keterhubungan pasar pangan dengan pasar minyak bumi dalam bursa berjangka.

Krisis perbankan dan keuangan di AS juga terjadi, khususnya kredit perumahan, bubble pasar modal dan keuangan, hingga bangkrutnya perusahaan raksasa Lehman Brothers.

Harga pangan biji-bijian melonjak tajam, gandum naik 130 persen, kedelai naik 87 persen, beras 74 persen, dan jagung 30 persen. Harga produk turunannya juga naik tajam. Kerusuhan melanda Amerika Latin dan Afrika, seperti Haiti, Mesir, Pantai Gading, Senegal, dan Kamerun.

Asia juga dilanda protes harga pangan, seperti di India, Bangladesh, dan Filipina. Dampak krisis pangan di Indonesia tidak terlalu dahsyat karena musim sangat bersahabat. Produksi pangan cukup baik, cadangan beras di Bulog terjaga di atas 1,5 juta ton, dan harga eceran beras naik tidak lebih dari 10 persen.

Pada 2008 itu, laju inflasi Indonesia naik sampai 12,2 persen, nilai tukar rupiah Rp 12.650 per dollar AS, cadangan 50,2 miliar dollar AS, dan pertumbuhan ekonomi 6,1 persen.

Krisis dampak pandemi

Krisis pangan baru yang dipicu Covid-19 berbeda dengan dua krisis sebelumnya. Sekarang kondisi ekonomi pangan global relatif baik. Stok pangan cukup, panen lumayan, harga minyak bumi rendah, dan permintaan pangan rendah. Harga minyak di bawah 20 dollar AS per barel untuk WTI crude oil dan di bawah 30 dollar AS per barel untuk brent crude oil, suatu rekor harga terendah.

Negara eksportir minyak bumi (OPEC) bersepakat mengurangi produksi minyak demi menjaga harga keekonomiannya. Secara teori, hal di atas belum akan meningkatkan harga pangan dalam jangka pendek. Akan tetapi, ketika sistem transportasi dan logistik pangan terganggu karena lockdown, aliran komoditas pangan juga terganggu. Kelompok miskin tidak mampu bekerja atau hilang pekerjaan sehingga akses pangan turun drastis.

Krisis pangan baru yang dipicu Covid-19 berbeda dengan dua krisis sebelumnya.

Pandemi Covid-19 mengurangi curahan tenaga kerja, aset paling berharga dari kelompok miskin, sehingga penghasilan menurun signifikan.

Rencana kontingensi

Berikut usulan rencana kontingensi penanggulangan krisis pangan, termasuk jika hal terburuk—kenaikan harga tinggi dan angka kemiskinan tinggi—terjadi bersamaan.

Pertama, jika harga pangan naik kurang dari 10 persen dan kemiskinan naik kurang dari 5 persen, petani harus diberi jaminan pergi ke sawah dan pembelian harga produk yang layak untuk menjamin aliran produksi pangan dari hulu.

Dana desa dapat dimanfaatkan untuk padat karya guna menjaga ekonomi desa terus bergulir. Pelaksanaan program ketersediaan pasokan dan stabilitas harga harus masif. Operasi pasar Bulog lebih intensif di seluruh pelosok.

Kedua, jika harga pangan naik 10-20 persen dan kemiskinan naik 5-10 persen, petani harus diberi jaminan dan insentif harga memadai. Petani perlu akses marketplace untuk menjaga cash flow petani karena banyak yang net consumer beras.

Pemerintah memberi subsidi ongkos angkut armada pangan untuk menjamin sistem distribusi dan logistik serta tidak berlebihan dalam pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan pergerakan pangan.

Ketiga, jika harga pangan di atas 30 persen dan kemiskinan naik di atas 10 persen, bantuan sosial harus dinaikkan setidaknya dua kali lipat dari anggaran sekarang Rp 110 triliun. Pengalaman melaksanakan program JPS, subsidi bunga kredit program, dan penyelamatan produksi pangan pada krisis ekonomi 1998 dapat dijadikan referensi berharga.

Penguatan stok pangan domestik bukan opsi, tetapi harus dilaksanakan. Dampak sosial-ekonomi krisis pangan baru wajib dihindari karena biaya sosial politiknya sangat besar.

Oleh Prof. Dr. Ir. Bustanul Arifin, M.Sc. (Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Universitas Lampung, Ekonom Senior Indef, dan Ketua Forum Masyarakat Statistik (FMS))

Sumber: http://echogreen.id/anatomi-krisis-pangan-baru/

Momentum Kemandirian Pangan

Pandemi Covid-19 telah menyebabkan ketidakpastian baru yang berdampak ke pangan. Hal ini diikuti dengan wacana “de-globalisasi” yang makin mengemuka akibat negara-negara di dunia diduga akan menahan stok pangannya. Kalau ini terjadi, tak ada jalan lain kecuali tekad kemandirian pangan. Pertanyaannya adalah apakah pasokan pangan kita mencukupi? Bagaimana terobosan jangka pendek dan jangka menengah untuk mewujudkan kemandirian?

Isu Produksi dan Distribusi Pangan

Badan Ketahanan Pangan Kementan RI (2020) merilis bahwa suplai pangan hingga Agustus 2020 relatif aman, bahkan beras diperkirakan bisa surplus 7.4 juta ton. Begitu pula jagung, bawang merah, cabai, daging ayam dan telur. Namun, baru-baru ini Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa ternyata masih banyak provinsi yang defisit pangan (Kompas.com, 28 April 2020). Jadi, ternyata persoalannya bukan semata pada surplus produksi, melainkan pada belum meratanya distribusi.

Isu distribusi ini terdampak dari kebijakan pencegahan Covid-19 yang membatasi mobilitas, jam operasional pasar, jam kerja restoran, dan tutupnya kantor. Kendala distribusi pangan kini bisa berdampak pada kelebihan suplai di tingkat petani sehingga menyebabkan harga jatuh. Penurunan harga ini akan berdampak pada penurunan penghasilan mereka. BPS telah mengumumkan bahwa Nilai Tukar Petani turun dari 104,16 pada Januari 2020 menjadi 102,09 pada Maret 2020 (Kompas, 15 April 2020), artinya ada penurunan daya beli petani.

Penurunan penghasilan ini selanjutnya bisa berdampak pada terbatasnya modal usaha untuk musim tanam berikutnya bulan Agustus. Jadi, saat ini yang terjadi adalah ketidakpastian distribusi, sementara ketidakpastian produksi justru akan terjadi pada masa musim tanam berikutnya setelah Agustus.

Jangka Pendek: Perlindungan Petani

Ada empat terobosan jangka pendek untuk memecahkan masalah rantai pasok di atas. Pertama, menghadapi ketidakpastian distribusi diperlukan kebijakan logistik dan rantai pasok pangan dengan melibatkan sejumlah BUMN pangan, koperasi, dan swasta nasional. Hal ini penting agar distribusi pangan kembali normal dan petani kembali menikmati harga wajar. Konsumen pun menikmati produk pangan dengan harga terjangkau. Sistem logistik baru ini perlu inovasi berbasis teknologi 4.0, khususnya blockchain, untuk menjamin akurasi data dan koneksi hulu hilir secara efisien.

Kedua, memperluas akses petani, peternak dan nelayan pada jaringan pemasaran daring untuk memperpendek rantai pasok pangan dengan melibatkan koperasi dan Bumdes. IPB dan Astra bekerjasama memberdayakan 53 desa di Jawa Barat dan berhasil membuka akses petani pada pemasaran daring melalui sejumlah marketplace. Pemasaran daring merupakan solusi namun saat ini belum mampu menjangkau masyarakat menengah ke bawah yang terbiasa dengan pasar tradisional.

Ketiga, diperlukan stimulus ekonomi khusus untuk pertanian dan pedesaan sebagai kebijakan afirmatif perlindungan petani dan desa sebagai basis produksi pangan. Stimulus ini penting untuk memastikan pertanian tetap tumbuh dan mensejahterakan. Pertanian tetap menjadi tumpuan ekonomi desa karena desa berbasis pertanian di Indonesia masih 73,14%, dan desa pesisir 15,11%.

Salah satu stimulus adalah kebijakan relaksasi KUR secara holistik agar petani tetap tenang menghadapi musim tanam mendatang yang memerlukan suntikan modal lagi. Adanya alokasi dana sekitar Rp 70.1 Triliun untuk insentif perpajakan dan KUR dalam Perppu perlu dipastikan bahwa petani dan nelayan menjadi target kebijakan tersebut.

Keempat, skema perlindungan dan jaring pengaman sosial bagi kesejahteraan petani dan nelayan di masa pandemi Covid-19 sangat diperlukan. Jaminan kehidupan petani dan nelayan diperlukan agar mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, sekaligus menekan laju kemiskinan di pedesaan yang saat ini kontribusinya masih 60%.

Jangka Menengah: Kemandirian Pangan

Empat terobosan di atas juga merupakan upaya menjaga suasana psikologis petani, peternak, dan nelayan bahwa pekerjaan mereka dihargai dan dilindungi. Semangat bekerja mereka harus kita apresiasi, apalagi di saat krisis pangan global ini mengancam.

Sembari menyelesaikan problem jangka pendek soal distribusi saat ini dan antisipasi produksi pangan pasca Agustus 2020 nanti, maka ancaman krisis pangan global tersebut harus menjadi momentum untuk kemandirian pangan. Ada lima agenda untuk kemandirian pangan ini.

Pertama, gerakan masyarakat untuk produksi skala rumah tangga bisa menjadi katup pengaman di kala krisis seperti pandemi Covid-19 ini. Dulu di kampung, banyak rumah tangga yang memiliki ayam, kolam ikan, atau tanaman hortikultura sebagai cadangan pangan. Karena itu pertanian pekarangan perkotaan harus digalakkan lagi. Gerakan sosial ini murah dan rendah karbon namun berdampak pada akses pangan.

Selain itu gerakan pangan lokal masa lalu untuk jaring pengaman sosial perlu direvitalisasi. Di Jawa ada istilah “beras jimpitan” yaitu setiap rumah tangga berbagi beras sebanyak satu gelas yang diletakkan di teras rumah dan lalu diambil oleh petugas ronda dan dikumpulkan di balai desa atau mushola untuk didistribusikan kepada yang kurang mampu.

Kedua, pada aspek teknologi, perlu terobosan produk subtitusi impor. Teknologi mie berbahan baku wortel, bayam, dan jagung kini mulai berkembang. Beras analog produk IPB berbahan baku sagu dan singkong juga makin populer. Yang diperlukan adalah perluasan skala produksi sekaligus edukasi konsumen untuk merespon diversifikasi pangan ini. Begitu pula aneka tanaman obat harus dikembangkan untuk mendukung kemandirian industri obat-obatan herbal sekaligus mengurangi ketergantungan pada produk farmasi impor.

Ketiga, perlu penyempurnaan sistem data dan infomasi pertanian dan perikanan secara spasial, agar produksi pangan di desa dan kebutuhan di kota dapat diketahui secara akurat, dan distribusi pangan antar wilayah lebih mudah dijalankan. Ini harus diiringi akselerasi pola pertanian presisi berbasis teknologi 4.0, karena pertanian presisi yang terkoneksi secara spasial bisa menjadi basis data yang akurat. Dengan data akurat maka kebijakan pun akan lebih akurat.

Keempat, reforma agraria menjadi prasyarat bagi kemandirian pangan. Tentu tidak saja berupa distribusi lahan (land reform) yang meningkatkan rasio lahan per petani, tetapi juga perluasan akses (access reform) pada teknologi, modal, dan pasar bagi petani sehingga bisa lebih mensejahterakan.

Kelima, regenerasi petani perlu dipercepat dengan memperluas kesempatan menjadi petani milineal. Rata-rata usia petani Indonesia sekitar 47 tahun, dan 10 tahun lagi bisa terjadi krisis petani kalau tidak diantisipasi dari sekarang.

Tentu kemandiran pangan mensyaratkan pergeseran dominasi dari “rezim perdagangan” ke “rezim produksi” sehingga iklim ekonomi-politik ini kondusif bagi kita untuk terus berproduksi tanpa ada kekhawatiran akan membanjirnya produk impor. Apalagi dengan isu “de-globalisasi”, maka penguatan “rezim produksi” pangan adalah satu-satunya pilihan. Ingat, pangan adalah hidup matinya suatu bangsa, kata Soekarno 58 tahun lalu.

Oleh Prof. Dr. Arif Satria, SP, MSi (Rektor Institut Pertanian Bogor)

Sumber: http://echogreen.id/momentum-kemandirian-pangan/

Jurus Jitu Petani Muda Batu Menembus Pasar Kala Pandemi

Di halaman kebun anggrek DD Orchid Nursery di Desa Dadaprejo, Kecamatan Junrejo, Batu, Kamis (18/6/2020), beberapa anak muda sibuk mengemas anggrek berumur 5 bulan-1 tahun menggunakan kertas kiran bekas. Bibit yang terbungkus itu lalu dimasukkan dalam kardus sebelum dikirim ke konsumen.

Pada saat bersamaan, dua mobil minibus berpelat nomer Surabaya tiba. Rombongan calon pembeli yang didominasi perempuan menyusuri kebun. Mereka menanyakan jenis dan harga anggrek yang diminati.

Suasana seperti ini menjadi kebiasaan DD Orchid Nursery selama pandemi. Aktivitas pengiriman anggrek terus berjalan bahkan cenderung meningkat selama pandemi. Selain itu konsumen juga masih datang–tentunya sambil mengenakan masker.

Dedek Setia Santoso (42), pemilik DD Orchid Nursery, mengatakan, beberapa strategi sengaja ia terapkan untuk menembus pasar dalam situasi serba tidak pasti seperti sekarang. Strategi yang dimaksud, antara lain, memperbanyak rilis anakan anggrek, memperbaiki kemasan, dan memperluas jaringan pasar.

Dalam hal memperbanyak rilis anakan, ia mengandalkan jumlah silangan yang kemudian didaftarkan ke Royal Horticultural Society di Inggris. Dalam kondisi normal, biasanya Dedek mendaftarkan 2-3 hasil silangan. Namun, dalam sebulan terakhir ada 15 silangan yang ia daftarkan, sebagian besar jenis dendrobium.

Dedek mulai mendaftarkan anggrek silangan tahun 2016 sehingga tidak ada kesulitan saat dirinya harus melakuan langkah serupa terhadap persilangan-persilangan berikutnya. Tentu saja, ia menggunakan cara daring.

Adapun memperluas jaringan dilakukan dengan cara menghubungi lagi teman dan mahasiswa/pelajar yang pernah magang kerja di tempatnya. Mereka yang tengah libur sekolah/kuliah atau belum mendapatkan pekerjaan diajak berbisnis bersama dengan menjual anggrek melalui media daring.

“Kami buat grup Whatsapp jual beli online. Saya kirim anggrek, mreka tinggal jual dengan cara mem-posting di Facebook, Instagram, dan media sosial lainnya. Mereka bisa dapat uang dari rumah. Sistemnya drop ship, kami yang mengirim,” tutur petani muda yang mengawali usaha budidaya anggrek di halaman rumah yang berukuran 1 meter x 0,5 meter dan modal Rp 25.000 itu.

Strategi yang diterapkan membawa hasil. Penjualannya naik signifikan selama pandemi. Hal ini diakui tidak terlepas dari kebijakan kerja di rumah. Banyak orang menghalau penat dengan menyibukkan diri bertaman di rumah.

Jika biasanya Dedek mengirim rata-rata 15 tanaman per hari, saat ini meningkat menjadi 45-50 tanaman per hari. Harga anggrek yang dijual bervariasi, mulai dari Rp 12.500 untuk satu bibit hingga yang berharga jutaan rupiah untuk anggrek dewasa.

Konsumennya berasal dari daerah-daerah di Tanah Air. Untuk menunjang produksi, Dedek merangkul 75 petani di Dadaprejo sebagai mitra.

“Tidak ada kesulitan untuk mengirim karena kami sudah bekerja sama dengan ekspedisi. Mereka menjemput bola dan memberi proritas kepada saya,” katanya.

Semangat hidup sehat

Berbeda dengan DD Orchid Nursery yang sudah berjalan lebih dari 10 tahun, sejumlah anak muda di Kota Batu merintis bisnis hortikultura berbadan hukum (CV). Mengusung semangat hidup sehat, pekan lalu mereka meluncurkan produk sayur ramah lingkungan. Di antaranya, sawi daging, pakcoy, andewi/selada, kalian, dan sawi bungkuk. Sayur-sayur yang ditanam secara organik itu dijual dalam polybag seharga Rp 5.000 per buah.

Komisaris CV Batu Sehat Berdaya (BSB) Salma Safitri Rahayaan mengatakan, begitu kegiatan ini diluncurkan, pihaknya sudah mendapatkan 14 konsumen di Batu dan Malang dengan jumlah pesanan hampir 300 polybag. Sayur diantarkan ke konsumen menggunakan jasa kurir.

“Pemasaran kami sederhana, melalui grup WA dan jalur pribadi ke teman-teman,” katanya.

Konsumen yang menjadi sasaran adalah warga Batu dan Malang. Untuk konsumen di luar kota tidak dilayani dengan pertimbangan ongkos kirim yang mahal. Untuk pengiriman ke Malang saja, ongkos kirimnya 40 persen dari harga jual produk.

Pemasaran sayur mengadopsi sistem keanggotaan. Konsumen yang menjadi anggota dalam pembelian berikutnya bisa menukarkan polybag bekas dari pembelian sebelumnya dengan uang kembalian Rp 1.000 per polybag. Dengan demikian, mereka hanya membayar Rp 4.000 per polybag dalam pembelian selanjutnya. Cara ini dinilai ramah lingkungan.

Polybag hasil penukaran dari konsumen akan kami gunakan untuk menanam lagi, tinggal kami kasih tambahan tanah. Selain itu, setelah anggota banyak, nantinya pelanggan akan mendapatkan bonus pupuk sayur organik,” tuturnya.

BSB memiliki semangat mendorong agar warga Batu sehat dan berdaya secara ekonomi. Penggunaan polybag menjadi inovasi karena sajauh ini pangsa pasar sayur organik banyak, tapi belum ada yang menjual dengan bentuk seperti itu.

Penggunaan polybag membuat orang bisa mengonsumsi makanan dalam kondisi segar tanpa harus disimpan dalam lemari pendingin. Mereka juga fleksibel, bisa mengatur kapan hendak mengonsumsinya. “Tidak harus (dikonsumsi) hari ini. Jadi, ada sensasi makan sehat dan segar,” katanya.

Untuk menyediakan sayur ramah lingkungan, BSB bermitra dengan petani, sekolah, dan kelompok masyarakat yang bersedia menyisihan lahan untuk menanam sayur, termasuk mereka yang kini menjadi pengangguran karena Covid-19. BSB membeli sayur dari mitra sekaligus mengontrol peyiraman dan pemupukan guna menjamin agar apa yang dilakukan betul-betul alami, tanpa bahan kimia.

Cara seperti ini, menurut Salma tidak hanya menyediakan pangan sehat, tetapi juga menjadi terobosan kala pandemi. Saat banyak sektor dan pekerjaan tumbang oleh Covid-19, kegiatan bertani masih jaya. Bahkan, sebagian orang kini menjadikan aktivitas menanam di lahan sempit sebagai tren. “Orang bisa tidak beli baju, tidak rekreasi karena pandemi, tetapi mereka tetap butuh pangan. Ini bagian dari survive kami di tengah pandemi,” ujarnya.

Di sisi lain, BSB ingin mengembalikan Batu sebagai sentra sayur organik dan ramah lingkungan. Selama ini, pertanian yang dikembangkan petani lebih banyak menggunakan bahan kimia.

Akademisi sekaligus Direktur Utama Badan Inkubator Wirausaha Universitas Brawijaya Malang Setyono Yudo Tyasmoro mengatakan, petani memang sempat turun semangatnya akibat pembatasan sosial berskala besar. Namun, saat ini mereka mulai beraktivitas dan tumbuh lagi.

Dalam situasi seperti sekarang, menurut Yudo, petani memang harus memutar otak. Kreativitas menjadi salah satu kunci keberhasilan. Misalnya, belum semua petani bisa berinovasi.

“Kalau cara-cara reguler terkena dampak Covid-19 cara lain diambil misalnya melalui penjualan dengan sistem online. Memperbanyak silangan untuk mereka yang berkecimpung di dunia anggrek,” ucap Yudo.

Dia menilai, kondisi pangan di Indonesia selama pandemi mencukupi. Bahkan, dampak pandemi membuat masyarakat banyak yang memanfaatkan sumber pangan lokal.

Oleh Defri Werdiono

Sumber: http://echogreen.id/jurus-jitu-petani-muda-batu-menembus-pasar-kala-pandemi/

M Khoirul Soleh Kawan Para Petani

Khoirul yang tinggal di Desa Kebonrejo, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, kini mengusahakan dua hektar kebun bibit di enam lokasi berbeda. Sebanyak 5.000 meter persegi adalah kebun miliknya. Sisanya milik petani lain yang menjadi mitra.

Di kebun-kebun itulah, Khoirul membudidayakan ratusan jenis bibit tanaman, mulai tanaman buah-buahan, seperti srikaya, apel, dan kelengkeng; tanaman hias; hingga tanaman herbal, seperti binahong, sambungnyowo, dan purwaceng.

Sejauh ini, ia telah bermitra dengan para petani di Kecamatan Salaman. Selanjutnya, ia akan bermitra dengan dua hingga tiga petani di Kecamatan Tempuran. Dalam kemitraan itu, Khoirul memberi modal kerja untuk bertani, terutama kepada warga yang menganggur atau memiliki pendapatan rendah.

Tidak berhenti di situ, ia juga mengajari teknik budidaya tanaman yang baik dan cara menjualnya secara daring untuk menghindari jerat tengkulak. Pengetahuan tidak hanya ia berikan kepada mitra, tetapi juga kepada siapa pun yang berminat. Caranya lewat pelatihan formal di rumahnya hingga obrolan langsung atau pun melalui telepon.

Kadang ia dipanggil ke beberapa daerah untuk memberikan pelatihan, termasuk melatih personel TNI dan pekerja di perkebunan durian di Pekanbaru. “Kadang saya mendapatkan honor besar dari ekspedisi, kadang saya jadi tenaga PPL (penyuluh pertanian lapangan) gratisan,” ujarnya sembari terkekeh.

Laki-laki kelahiran Magelang, Jawa Tengah, itu tidak peduli aktivitasnya membagi ilmu kepada orang lain akan menghasilkan pesaing bagi usahanya. “Dalam hidup, manusia harus bisa berguna untuk manusia lainnya,” katanya.

Ia justru senang jika petani yang ia bina bisa berkibar sebagai pengusaha mandiri. Oleh karena itu, dalam kemitraan yang ia bangun, ia membebaskan petani mitra mengambil keputusan. “Jika nanti mereka menemukan pasar dan mampu menjual produknya sendiri, saya mempersilahkan mereka mandiri, menjalankan usahanya sendiri tanpa bermitra lagi,” ujarnya.

Ia berharap petani mitra yang telah mandiri itu bisa menjadi contoh dan diikuti petani lain. Harapannya ternyata tidak menemui ruang kosong. Mulai tetangga dan warga beda kampung terjun ke bisnis pembibitan tanaman dan menjualnya secara daring. Dulu di Kecamatan Salaman hanya ada sekitar 100 warga yang menjual bibit secara konvensional. Kini, ada sekitar 1.500 warga yang berjualan bibit secara daring seperti yang dilakukan Khoirul.

Bangkit

Sebelum menekuni bisnis budidaya bibit tanaman, Khoirul terlibat dalam bisnis multilevel marketing (MLM) pada 2003-2008. Lantaran jenuh, ia meninggalkan MLM dan bekerja di sebuah perusahaan otomotif. Di perusahaan itu ia hanya bertahan tiga bulan. Selanjutnya ia berbisnis bambu dan bawang hingga 2010.

Ia juga merintis budidaya sengon. Namun, erupsi besar Gunung Merapi pada 2010 menghancurkan 100.000 bibit sengon yang ia tanam. Ia mengalami rugi cukup besar.

Di tengah kondisi sulit, ia terinspirasi kisah sukses seseorang yang tidak lulus kuliah tetapi mampu menjalankan usaha otomotif dan properti. Khoirul kembali mersemangat menjalankan usaha.

Karena tak ada modal dan pengetahuan budidaya bibit tanaman, ia memulai langkah dengan menjadi pedagang bibit. Ia membeli bibit dari petani dan menjualnya secara daring. Saat itu, sebagian besar petani menjual bibit tanaman kepada tengkulak. “Modal saya telepon seluler. Saya melihat-lihat tanaman yang menarik untuk dijual, memotretnya, dan menawarkannya untuk dijual,” ujarnya.

Delapan bulan kemudian, cara berjualan bibit tanaman secara daring yang dilakukan Khoirul mulai menarik pembeli dari jauh. Ia berhasil menjual 10 bibit tanaman ke Medan, Sumatera Utara. Penjualan pertama itu membuka jalan untuk penjualan-penjualan berikutnya.

Ia semakin rajin memborong bibit tanaman yang dibudidayakan warga untuk dijual kembali. Ia dikenal selalu membeli bibit sesuai harga yang diinginkan petani dan menjualnya sesuai harga di pasaran di tempat domisili pembeli. Dengan cara itu, hubungan dengan petani dan pembeli menjadi baik.

Seiring banyaknya permintaan bibit, muncul pula pertanyaan dari konsumen seputar cara perawatan tanaman. Khoirul yang saat itu belum mengerti budidaya bibit tak bisa menjawab. “Kepada pembeli, saya mengaku hanya tenaga marketing penjualan tanaman. Namun, agar pembeli tidak kecewa, saya selalu berusaha mencari jawaban dengan cara bertanya kepada pakar, petani yang ahli, internet, dan komunitas,” ujarnya.

Dari proses mencari jawaban itu, Khoirul sekaligus belajar membudidayakan bibit aneka tanaman hingga mahir seperti sekarang. Ia juga mengembangkan teknik promosi tidak hanya lewat media sosial, tetapi juga situs. Dari situ, ia bisa menggenjot penjualan hingga 500-1.000 bibit tanaman per bulan. Selain itu, ia bisa menjual ranting dan biji tanaman ke pasar Malaysia.

Setelah tiga tahun menjadi pedagang, Khoirul memutuskan untuk mengembangkan budidaya tanaman sendiri. Awalnya, ia memanfaatkan halaman rumah, kemudian membangun kemitraan dengan petani lain. Hingga kini, ia masih terus membuat terobosan. Ia, misalnya, mulai mengembangkan budidaya padi di pipa paralon dengan sistem hidroganik. Ia juga mengembangkan bibit tanaman langka yang jarang dijual petani lain.

Kesuksesan Khoirul menarik minat banyak teman dan tetangganya untuk mencoba menekuni usaha sendiri. “Ketika ada teman bekerja di sektor dan mengeluh soal kesulitan ekonom lantaran gaji yang tidak mencukupi, saya selalu bilang bahwa solusi atas masalah mereka adalah keluar dari pekerjaan dan merintis usaha sendiri,” ujarnya.

Sumber: http://echogreen.id/m-khoirul-soleh-kawan-para-petani/