Silaturahmi Tim Echo Green dengan Kementrian Pemuda dan Olahraga RI

Jakarta – 17 November 2020, Tim ECHO Green Nasional mendapatkan kesempatan untuk bersilaturahmi dan berdiskusi santai dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga RI secara daring. Meskipun diskusi kami melalui daring, tetapi kami mendapat banyak informasi dan arahan dari Prof. Dr. Faisal, S.H., M.Si., DFM selaku Deputi 1 Bidang Pemberdayaan Pemuda, Kementerian Pemuda dan Olahraga RI. Khususnya dibidang kreativitas pemuda dan inovasi ditingkat daerah maupun nasional pada sektor pertanian berkelanjutan.

Hadir juga Dr. Deswan, M.Si (Asisten Deputi Tenaga dan Peningkatan Sumber Daya Pemuda), Abdul Muslim, M.Si (Asisten Deputi Peningkatan Kreativitas Pemuda) dan Yossi Ahmad Falah (Asisten Deputi Peningkatan IPTEK dan IMTAQ Pemuda) yang menambah keseruan diskusi kami untuk bersama – sama bersinergi disektor pemuda untuk mendorong generasi muda lebih terlibat aktif disektor pertanian.

Prof. Dr. Faisal, S.H., M.Si., DFM mendukung dan berharap dengan adanya  ECHO Green dapat menciptakan kader – kader muda pertanian untuk mendorong pertanian ke arah yang lebih modern. Pelibatan teknologi yang penting dan juga sangat dekat dengan generasi muda akan menjadi kekuatan dan membantu kemajuan sektor pertanian sendiri.

Pemberian pelatihan dan pendampingan pada pemuda untuk meningkatkan kreativitasnya dan membawa modernisasi pertanian dirasa sangat penting dan dapat menyumbangkan kemajuan ekonomi di daerahnya.

Kementerian Pemuda dan Olahraga RI sebagai lembaga pemerintah yang memiliki tujuan memajukan masyarakat khususnya pemuda dari segi pemberdayaan untuk mendukung bonus demografi dan 100 tahun Indonesia, Kemenpora memiliki lima prioritas, dalam hal ini yang sesuai dengan proyek ECHO Green ada pada prioritas kedua yaitu untuk membangun kemandirian dan kreativitas pemuda serta prioritas tiga yaitu Penguatan ideologi dan berkebudayaan dan peningkatan pembangunan karakter.

Harapannya dengan adanya silaturahmi antara tim ECHO Green Nasional dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga dapat terjalin sinergi yang baik dan mampu berkolaborasi untuk kemajuan Pembangunan Nasional di sektor pertanian berkelanjutan pada generasi muda Indonesia.

Sumber : http://echogreen.id/ilaturahmi-tim-echo-green-dengan-kementerian-pemuda-dan-olahraga-ri/

Lokakarya Peran dan Posisi Perempuan dan Generasi Muda untuk Inisiatif Ekonomi Hijau yang Inklusif di Sektir Pertanian Berkelanjutan di Kabupaten Grobogan

Grobogan – 30 November 2020, Tim ECHO Green melaksanakan kegiatan Lokakarya Peran dan Posisi Perempuan dan Generasi Muda untuk Inisiatif Ekonomi Hijau yang Inklusif di Sektor Pertanian Berkelanjutan di Kabupaten Grobogan. Kegiatan ini terlaksana secara hybrid, peserta dari Kabupaten Grobogan hadir langsung di Rumah Kedelai Grobogan (offline), sedangkan peserta perwakilan Tim ECHO Green yang berada di Jakarta dan Fasilitator Kegiatan Lokakarya terhubung secara daring menggunakan media Zoom Meeting. Kegiatan tesebut dihadiri oleh beberapa kalangan seperti perwakilan Organisasi Perangkat Daerah (OPD), perwakilan Pemerintah Kecamatan Godong dan Kecamatan Penawangan, perwakilan Pemerintah Desa, hingga perwakilan petani perempuan dan generasi muda tani Kabupaten Grobogan.

Kegiatan lokakarya yang diadakan tersebut bertujuan untuk membuka peluang dan menghasilkan visi kolektif bersama dalam pemulihan posisi dan peran perempuan dan generasi muda tani untuk inisiatif ekonomi hijau dalam sektor pertanian berkelanjutan. Bapak Anang Armunanto, S.Sos, M.Si selaku Kepala BAPPEDA Kabupaten Grobogan lewat sambutan yang dibacakan oleh Bapak Afi Wildani, S.T., M.Eng selaku Sekretaris BAPPEDA Kabupaten Grobogan menyampaikan dukungannya terhadap kegiatan lokakarya dan program ECHO Green di Kabupaten Grobogan.

Dalam sambutannya, beliau menyampaikan bahwa sektor pertanian di Kabupaten Grobogan merupakan sektor unggulan dengan kontribusi PDRB dan serapan tenaga kerja terbesar di Kabupaten Grobogan. Namun, permasalahan yang terjadi adalah menurunnya produktivitas di beberapa komoditas. Penurunan produktivitas ini disebabkan oleh faktor alam dan faktor sosial budaya. Khususnya, penyebab dari faktor sosial budaya adalah menurunnya keterlibatan generasi muda dalam sektor pertanian baik on farm maupun off farm. 

Kegiatan lokakarya ini juga didukung oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB), Dinas Pertanian, dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Grobogan. Ketiga perwakilan OPD tersebut juga turut andil sebagai narasumber kegiatan lokakarya. DP3AKB yang diwakili oleh Bapak Suharto, S.Kep.NS, MM menyampaikan materi mengenai kesetaraan gender dalam pembangunan berinklusif dan berkelanjutan. Dinas Pertanian yang diwakili oleh Ibu Christina Setyaningsih, SP., MP menyampaikan materi mengenai peran petani perempuan dan generasi muda tani di rantai nilai komoditas pertanian. Sedangkan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa yang diwakili oleh Ibu Sih Maryati, SP., MM menyampaikan materi mengenai kebijakan penggunaan dana desa di sektor pertanian berkelanjutan. Secara umum, ketiga materi yang telah disampaikan menjadi pengantar bagi peserta lokakarya dalam sesi diskusi penyepakatan visi kolektif.

Tidak hanya dari pemerintah daerah yang hadir, kegiatan ini juga dihadiri oleh dua generasi muda berprestasi Kabupaten Grobogan yaitu Ahmad Munif dan Nurul Indriyani. Dua generasi muda berprestasi ini menyampaikan pesan motivasi kepada peserta serta dukungan terhadap program ECHO Green. Nurul Indriyani juga menyampaikan bahwa generasi muda berpotensi untuk membangun inovasi baru yang dapat diterapkan di sektor pertanian. Ia juga menambahkan bahwa hal yang perlu diubah adalah mindset generasi muda terhadap sektor pertanian. Generasi muda seringkali menganggap bekerja di sektor pertanian bukanlah suatu cita-cita yang keren dan menjanjikan. Padahal, sektor pertanian selalu menjanjikan, selama manusia membutuhkan pangan dan pastinya akan selalu butuh, maka sektor pertanian juga akan berjalan, contohnya pada saat pandemi COVID-19, sektor pertanian justru tetap bertahan dan berkembang karena selalu dibutuhkan. Penyampaian motivasi diharapkan dapat menggugah semangat para generasi muda yang hadir dalam kegiatan lokakarya.

Visi, misi, dan strategi tentang pemulihan posisi dan peran perempuan dan generasi muda tani untuk inisiatif ekonomi hijau dalam sektor pertanian berkelanjutan disusun oleh 19 orang peserta perwakilan desa dari Kecamatan Godong dan Kecamatan Penawangan  sebagai lokasi sasaran program ECHO Green di Kabupaten Grobogan. Proses diskusi dibagi menjadi 3 kelompok dan dipandu oleh fasilitator yang terhubung secara daring. Hasil diskusi 3 kelompok ini menghasilkan visi yang serupa, yaitu penguatan sumberdaya masyarakat desa. Visi, misi, dan strategi yang disusun ini selanjutnya disimpulkan oleh fasilitator menjadi suatu visi kolektif.

Visi kolektif tersebut disepakati bersama para peserta dan ditanggapi oleh Ibu Kadarwati, SH., MH. selaku Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan Dinas P3AKB Kabupaten Grobogan. Isi dari visi kolektif yang telah disepakati, yaitu “Grobogan kuat sosial budaya dan sumberdaya masyarakat untuk mendorong partisipasi aktif petani perempuan (50%) dan generasi muda tani (50%) di kegiatan off-farm berwawasan Ekonomi Hijau (termasuk mengembangkan ekonomi kreatif dari pemanfaatan limbah pertanian) secara inklusif di Grobogan, khususnya di Kecamatan Godong dan Penawangan”. Selain itu, Ibu Kadarwati juga menyampaikan apresiasi serta dukungannya terhadap program ECHO Green.

Sumber : http://echogreen.id/lokakarya-peran-dan-posisi-perempuan-dan-generasi-muda-untuk-inisiatif-ekonomi-hijau-yang-inklusif-di-sektor-pertanian-berkelanjutan-di-kabupaten-grobogan/

Pertemuan Desa dan Pemetaan Lapangan di 28 Desa Kecamatan Godong

Pertemuan Desa dan Pemetaan Lapangan di 28 desa di Kecamatan Godong, Kabupaten Grobogan dilaksanakan mulai tanggal 10 November 2020 sampai dengan 4 Desember 2020. Kegiatan dilakukan menggunakan metode Focus Group Discussion (FGD) dengan menggunakan peta wilayah desa yang ditampilkan melalui media projector (on screen). Data spasial yang ditampilkan berupa gabungan data sekunder dan data primer yang telah dikumpulkan sebelumnya. Beberapa kegiatan dilaksanakan di Balai Desa dan juga di Kantor Desa. Dalam satu hari pelaksanaan pertemuan desa dan pemetaan lapangan dilakukan dua sesi, yaitu sesi pagi dan sesi siang ataupun sesi pagi yang dilanjutkan dengan sesi malam.

Peserta yang hadir dalam kegiatan ini adalah masyarakat desa yang memiliki pengetahuan tentang wilayah dan informasi sosial lainnya, terutama informasi penggunaan ruang dalam wilayah desa. Perangkat desa yang menangani tentang kewilayahan seperti kepala dusun, Ketua RT dan RW adalah perangkat yang memiliki peran penting dalam hal ini. Adapun informasi yang bersifat khusus berasal dari petugas P3A (Pengelolaan, Pemanfaatan dan Pemeliharaan Air Irigasi) yang banyak memberikan informasi terkait saluran pengairan. Selain itu, perwakilan petani perempuan, kelompok tani dan generasi muda tani banyak berkontribusi dalam memberikan informasi tentang fasilitas umum, fasilitas sosial serta fasilitas lain yang menunjang ekonomi dan aktivitas pertanian.

Secara umum, informasi yang diberikan oleh peserta FGD telah memenuhi kebutuhan informasi spasial lainnya, termasuk mengenai sumberdaya alam desa, areal lokasi bencana, dan tempat-tempat yang memiliki Nilai Konservasi Tinggi (NKT). Informasi sosial yang berkaitan dengan informasi spasial atau keruangan secara umum menjadi pengetahuan bersama, sesuai prespektif masing-masing peserta.

Sedangkan, informasi mengenai perencanaan wilayah desa yang dikaitkan dengan pengalokasian ruang lebih banyak disampaikan oleh perwakilan pemerintah desa dan kepala desa. Masih ada beberapa desa yang perlu ditindak lanjuti dengan melakukan wawancana kepada aktor kunci yaitu, Desa Harjowinangun, Desa Ketangirejo, Desa Manggarwetan, Desa Kemloko dan Desa Pahesan. Kelima desa tersebut akan dikunjungi kembali oleh Tim ECHO Green untuk menggali informasi sedalam – dalamnya dan memastikan data-data yang dibutuhkan sudah sangat cukup.

Sumber : http://echogreen.id/pertemuan-desa-dan-pemetaan-lapangan-di-28-desa-kecamatan-godong/

Diskusi Dengan Petani, Echo Green Temui Sayuran Sebagai Komoditas Potensial Ramah Perempuan

Batang Anai, Padang Pariaman – ECHO Green melaksanakan kegiatan “Pengumpulan Data Praktik Ekonomi Hijau dan Rantai Nilai Komoditas Potensial” yang dilakukan secara diskusi dengan petani perempuan dan generasi muda tani di Kecamatan Batang Anai, Padang Pariaman. (3/2/2021)

Program Mendorong Inisiasi Ekonomi Hijau oleh Petani Perempuan dan Pemuda dalam Sektor Pertanian Berkelanjutan di Indonesia (ECHO-Green) yang bertujuan untuk mempromosikan inisiatif ekonomi hijau oleh petani perempuan dan pemuda di sektor pertanian berkelanjutan untuk meningkatkan produktivitas pertanian, ekonomi dan ketahanan pangan sebagai upaya untuk  mendukung pencapaian SDG 2 (Zero Hunger), SDG 5 (Gender Equality) dan SDG 8 (Good Jobs and Economic Growth) di Indonesia. Program Echo-Green yang didukung oleh Uni Eropa ini akan diimplementasikan dalam periode 3 tahun (Januari 2020 – Desember 2022) dan telah diimplementasikan di lapangan selama 1 tahun di Kabupaten Padang Pariaman meliputi Kecamatan Lubuk Alung, Ulakan Tapakis dan Batang Anai yang menghasilkan berbagai macam output yaitu peta tematik dan peran generasi muda serta kelompok tani perempuan dalam mengambil keputusan dan membangun ekonomi berkelanjutan (livelihood) di Kabupaten Padang Pariaman.

Kemarin, kami telah melaksanakan kegiatan “Pengumpulan Data Praktik Ekonomi Hijau dan Rantai Nilai Komoditas Potensial Di Kecamatan Batang Anai” (3/2/2021). Kegiatan ini bertujuan untuk menganalisis dan menggali potensi ekonomi dibidang pertanian ramah bagi petani perempuan dan generasi muda.  Diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian berkelanjutan Kegiatan ini dihadiri oleh 23 peserta (17 perempuan) dan (6 laki-laki) diantaranya berasal dari tim peneliti Penabulu, Tenaga Teknis Pertanian dan Sub- District Coordinator Padang Pariaman, petani perempuan, generasi muda dan pedagang sayur.

“Petani perempuan yang ada disini sudah memanfaatkan lahan pekarangan rumah dengan menanam sayuran dan rempah-rempah,” ungkap Syamsi Warnis, Pendamping Penyuluh Pertanian (PPL) Kecamatan Batang Anai, Rabu (3/2/2021). Ia juga menambahkan bahwa dirinya akan selalu memonitor KWT yang ada di nagari dan mengungkapkan bahwa akan marah jika ada yang ketahuan membeli sayur atau rempah – rempah dapur di pasar tradisional. Ternyata hingga detik ini tidak ada yang membeli sayur dan rempah – rempah di pasar tradisional. “Hanya beberapa petani perempuan saja yang fokus dan menanam sayuran untuk dijual dan kelebihannya akan dikonsumsi sendiri. Besar harapan saya dengan adanya program Echo-Green kelompok tani baik pemuda ataupun perempuan terpicu untuk fokus menanam sayur-sayuran agar bisa menambah pemasukan”. ungkapnya.

Sunaji Zamroni, Peneliti mengatakan, secara khusus program ini akan fokus pada upaya meningkatkan pendapatan ekonomi dibidang pertanian yang melibatkan perempuan dan generasi muda tani untuk  menerapkan good agriculture practice dari hulu hingga hilir dimulai dari menanam komoditas yang cocok, ramah lingkungan dan bisa menghasilkan penghasilan perhari dengan masa panen yang singkat tapi mampu meningkatkan pendapatan ekonomi minimal mengurangi biaya kebutuhan rumah tangga. Saat ini komoditas yang cocok dan mampu meningkatkan kebutuhan rumah tangga adalah sayuran dengan memanfaatkan lahan pekarangan rumah dan ladang semaksimal mungkin.

Perwakilan dari kelompok tani perempuan ibu Yelmina mengungkapkan dalam pepatah Minangkabau “di sawah punyo bagindo, di rumah punyo si upiak” yang berarti pengelolaan keuangan di rumah tangga dari hasil pertanian yang memegang hak adalah perempuan.  Tetapi dalam pengambilan keputusan saat pengelolaan lahan yang memiliki wewenang adalah laki-laki. Dari hal tersebut dapat kita lihat bahwa masih kurangnya keterlibatan dan peran perempuan dalam mengambil keputusan.

Program Echo-Green tidak hanya hadir untuk mendorong keterlibatan perempuan  dalam sektor pertanian tetapi juga mendukung petani muda sebagai generasi penerus.  Bagaimana generasi muda tani bisa menjadi generasi penerus yang inovatif untuk mendukung keberlanjutan pertanian yang ada di Indonesia. Generasi muda tani bisa menjadi wadah untuk membantu petani secara langsung dalam proses pemasaran meskipun khususnya Korong Marantiah, Nagari Katapiang telah diterapkannya ekonomi berbagi antara petani dengan pedagang sayur atau pengumpul karena asas kepercayaan. Tapi, untuk beberapa kasus masih ada petani yang memberikan hasil panennya kepada pengumpul besar yang rantai pasarnya masih dibilang panjang, disinilah peran Echo-Green untuk memberikan penguatan kapasitas untuk kelompok perempuan dan generasi muda tani.

Sumber : http://echogreen.id/diskusi-dengan-petani-echo-green-temui-sayuran-sebagai-komoditas-potensial-ramah-perempuan/

Echo Green Gelar Focus Group Discussion ” Studi Partisipatif Ekonomi Hijau”, Dinas Kabupaten Padanag Pariaman : Siap Memfasilitasi

Padang Pariaman, ECHO Green melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) “Studi Partisipatif Ekonomi Hijau” pada tingkat Kabupaten yang bertempat di Kantor Bapelitbangda, Padang Pariaman. (4/2/2021)

Keberlanjutan kegiatan proyek “Echo Green” yang didukung oleh Uni Eropa, Konsil LSM Indonesia selaku pelaksana proyek pada tiga kecamatan di kabupaten Padang Pariaman, untuk tahun kedua ini dimulai dengan studi partisipatif tentang pertanian (ekonomi hijau) dan potensi pertumbuhan ekonomi masyarakat di lokasi kegiatan. Studi ini adalah langkah awal untuk menemukan komoditi unggulan yang pada prakteknya melibatkan peran aktif petani perempuan dan petani generasi muda.

Focus group discussion (FGD) juga sudah kita laksanakan kemarin (3/2) di tingkat nagari dan sekarang di tingkat kabupaten,” jelas Igus Novaldi, Sub District Coordinator proyek Echo Green di Kantor Bapelitbangda Kabupaten Padang Pariaman.

FGD dilaksanakan pada hari rabu (4/2) dan dibuka langsung oleh Kepala Bapelitbangda Kabupaten Padang Pariaman, Bapak Ali Imran. Di dalam sambutannya beliau mengatakan bahwa, Pemda sendiri memang memiliki keterbatasan dalam hal pendampingan, pembinaan dan pemberdayaan masyarakat. “Dengan adanya kegiatan dari Program Echo Green ini diharapkan nantinya akan muncul inovas-inovasi baru di bidang pertanian di 25 Nagari ini,” ujarnya.

FGD tersebut dihadiri oleh 20 orang yang terdiri dari berbagai elemen seperti, petani perempuan, petani generasi muda, Wali Nagari, Dinas Perdagangan,Tenaga Kerja, Koperasi dan UKM Kabupaten Padang Pariaman, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Padang Pariaman, Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bapelitbangda) Kabupaten Padang Pariaman, Peneliti Yayasan Penabulu dan Tim Proyek Echo Green Padang Pariaman.

Lebih jauh Mas Sunaji Zamroni, peneliti yang di-hire oleh Lead Project – Yayasan Penabulu menguraikan hasil temuannya pada FGD di nagari, “secara indikatif saya temukan dan ditemukan juga di data BPS komoditas yang memberi akses dan kontrol untuk perempuan itu adalah sayuran.” Menurutnya, karena sayuran itu dekat dari rumah sehingga petani perempuan dapat terlibat langsung bahkan mampu memutuskan sendiri kapan memetik dan sebagainya. Sedangkan padi dan jagung terlihat sebagai area lelaki, sehingga perempuan hanya membantu dan tidak terlibat penuh dalam pengambilan keputusan.

“Ada lagi yang menarik, bahwa terbangunnya rasa percaya yang tinggi antara petani dan pedagang sayur di nagari Katapiang. Serta adanya sistem ekonomi berbagi antara petani dan pedagang.” Lanjut Mas Naji, begitulah sapaan akrab beliau.

Sedangkan untuk generasi muda, hasil FGD di nagari kemarin mengarah ke komoditi bawang merah. “Ada case dimana beberapa orang generasi muda tertarik menanam bawang merah dan ternyata mampu meraup untung puluhan juta sekali panen,” jelas Mas Naji. Dari hasil penilaian individu selama FGD ini berlangsung menunjukkan bahwa komoditi sayuran dan bawang merah memiliki nilai yang baik dalam hal akses dan kontrol petani perempuan dan petani generasi muda.

Dua komoditi tersebut memiliki kendala yang berbeda-beda. Untuk sayuran khususnya singkong, memiliki kendala panen yang tidak kontinu. Sedangkan untuk komoditi bawang merah memiliki kendala permodalan dan pasar. Untuk masalah modal dan pasar, Dinas Perdagangan, Tenaga Kerja, Koperasi dan UKM Kabupaten Padang Pariaman  bersedia memfasilitasi kedua masalah tersebut. “Untuk modal bisa gunakan fasilitas KUR, sedangkan untuk pasar, kita punya toko tani untuk itu,” jelas Pak El.

Permasalahan lain yang muncul kepermukaan ialah jiwa entrepreneurship yang masih rendah di kalangan generasi muda kita khususnya di kabupaten Padang Pariaman. “Anak-anak kita di sini lebih suka merantau,” jelas Pak El. Salah seorang mentor petani bawang merah yang hadir, Pak Yusuf berbagi tips dalam merangkul generasi muda untuk menanam bawang merah,”pertama kita ajak dan kita ceritakan hal positifnya, lalu kita perlihatkan bentuk tanamannya dan harga jualnya.”

“Pasti ada yang tertarik, satu atau dua orang ikut lalu melakukan praktek yang langsung saya dampingi, alhamdulillah mereka meraup untung jutaan rupiah dalam 2 bulan. Nah sekarang sudah banyak yang ikut pula, mereka punya lahan tapi tak punya modal.” tambah Pak Yusuf.

Sumber : http://echogreen.id/echo-green-gelar-focus-group-discussion-studi-partisipatif-ekonomi-hijau-dinas-kabupaten-padang-pariaman-siap-memfasilitasi/

Harapan Besar Petani Bawang Merah Dataran Rendah Nagari Singguliang Padanag Pariaman

Padang Pariaman, ECHO Green mengadakan kegiatan Focus Group Discussion(FGD) Studi Partisipatif Pertanian Hijau yang bertempat di Gedung Serba Guna Nagari Singguliang Kecamatan Lubuk Alung (3/2/2021).

Kegiatan FGD ini bertujuan untuk menganalisis potensi ekonomi dibidang pertanian dan praktek-praktek pertanian berkelanjutan, yang nantinya diharapkan dapat ditemukannya komoditi unggulan yang melibatkan peran serta perempuan dan generasi muda tani serta adanya informasi rantai nilai komoditas. Kegiatan ini difasilitasi oleh Sunaji Zamroni dan dihadiri oleh sekretaris desa, petani muda dan petani perempuan, serta tim  ECHO Green Kab. Padang Pariaman.

Sekretaris Desa dalam sambutannya, sangat mendukung  kegiatan yang akan dilaksanakan di Nagari Singguliang. Dalam kondisi saat ini, pemerintahan desa belum banyak menyentuh sektor pertanian, dikarenakan sebagian besar kegiatan masih terfokus kepada masalah kesehatan pada pandemi Covid-19. Maka dari itu dengan hadirnya program ECHO Green yang didukung oleh Uni Eropa ini tentunya sangat membantu nagari untuk pengembangan pertanian. Apalagi sasaran programnya adalah petani perempuan dan petani muda, tentunya akan membuka akses yang luas terkait peran dan keikutsertaan petani perempuan dan generasi muda untuk peningkatan ekonomi keluarga. Tidak lupa juga pemerintahan desa memberikan apresiasi terhadap pelaksanaan kegiatan pada tahun pertama (2020) yang telah melakukan pemetaan terkait tata ruang  dan tata kelola penggunaan lahan sektor pertanian.

Sunaji Zamroni sebagai Fasilitator dan peneliti, mencoba menggali informasi dari peserta FGD mengenai potensi komoditi yang ada di Nagari Singguliang. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari peserta FGD, budidaya bawang merah sangat berpotensi untuk dikembangkan di Nagari Singguliang, hal ini didukung adanya keterlibatan petani perempuan dan generasi muda, Meskipun masih belum banyaknya partisipatif dari petani perempuan dan generasi muda.  Dalam acara FGD tersebut ada empat orang petani muda dan dua petani perempuan yang sudah mulai melakukan budidaya bawang merah sejak tahun 2018. Dibalik keikutsertaan petani muda dan perempuan tersebut dalam budidaya bawang merah ada aktor yang berperan penting, yaitu Bapak M. Yusuf, petani bawang merah yang berasal dari Kab. Solok Alahan Panjang yang beristrikan seorang perempuan di Nagari Singguliang.  Awalnya,  beliaulah yang mengembangkan bawang merah di Nagari tersebut. Pada tahun 2008, Bapak M.Yusuf mencoba menanam bawang merah di Nagari Singguliang. Tidak mudah baginya untuk mengembangkan bawang merah di dataran rendah seperti di Nagari Singguliang.  Pada saat itu, beliau lah satu-satunya orang yang menanam bawang merah di sana.  Berkat kegigihan Bapak M.Yusuf, akhirnya bisa mengembangkan bawang merah di Nagari Singguliang dan mengajak beberapa petani muda dan perempuan serta memberikan pendampingan sampai mereka paham mengenai budidaya bawang merah tersebut.

Dari penjelasan peserta FGD, untuk saat ini permasalahan yang dihadapi oleh petani bawang merah di Nagari Singguliang adalah kondisi tanah yang kurang subur, modal untuk budidaya, pasar dan harga jual. Berdasarkan hal tersebut Peneliti, memberikan masukan kepada Pemerintahan Nagari untuk mencarikan  solusi seperti pinjaman modal dan pembelian hasil produk pertanian. Contoh sumber dana, bisa dari  perantau dan dukungan dari dana desa. Dapat juga, memasukkan pengembangan usaha tani dalam usaha BUMNAG, pembentukan koperasi dan portofolio bisnis. Dengan ada nya masukan-masukan tersebut, diharapkan nantinya bisa meringankan permasalahan yang dihadapi oleh petani bawang merah di Nagari Singguliang.

Sumber : http://echogreen.id/harapan-besar-petani-bawang-merah-di-dataran-rendah-nagari-singguliang-kecamatan-lubuk-alung-kabupaten-padang-pariaman-pada-program-echo-green/

Kolaborasi yayasan Penabulu dan Tani Hub Grup Untuk Pertanian Indonesia

JUMAT – 13 AGUSTUS 2021, Yayasan Penabulu dan Tani Hub Group (TaniFoundation) bersama – sama menyelenggarakan kick-off meeting perdana sebagai bentuk kerjasama pelatihan pertanian.

Yayasan Penabulu bersama Tani Hub Group (Tani Foundation) menyelenggarakan kick-off meeting secara virtual pada Jumat, 13 Agustus 2021 sebagai bentuk kolaborasi untuk mendukung program ECHO Green dalam hal pengembangan pertanian yang inklusif dan berkelanjutan bagi kelompok petani perempuan dan generasi muda tani di tiga kabupaten sasaran program ECHO Green.

“Promoting Green Economic Initiatives by Women and Youth Farmers in the Sustainable Agriculture Sector in Indonesia (ECHO Green)” adalah salah satu program yang diinisiasi oleh Yayasan penabulu bersama Konsorsium pendukung Sistem Hutan Kerakyatan (KpSHK), Konsil LSM Indonesia dan ICCO Cooperation yang didanai oleh Uni Eropa senilai €950.000 atau Rp 16.6 miliar dan bekerja di tiga kabupaten di Indonesia, yaitu Padang Pariaman (Sumatera Barat), Grobogan (Jawa Tengah) dan Lombok Timur (Nusa Tenggara Barat).

Dida Suwarida, National Program Manager ECHO Green, mengatakan bahwa Yayasan Penabulu khususnya program ECHO Green memiliki tujuan yang sama dengan Tani Hub Group (TaniFoundation) untuk mensejahterakan pertanian Indonesia. Ia juga berharap kerjasama ini bisa berjangka panjang dan memberikan dampak sosial yang lebih luas lagi.

Setyo Dwi Herwanto, sebagai Direktur Institut Riset Yayasan Penabulu, mengatakan bahwa dirinya sependapat dengan pernyataan sebelumnya yang sama – sama berharap kerjasama ini dapat terus terjalin dan semoga bisa dilakukan dengan program – program lainnya yang ada di Yayasan Penabulu.

Selanjutnya Deeng Sanyoto sebagai Head of Partnership and Social Impact Tani Hub, mengatakan bahwa Kami (Tani Hub) bertujuan untuk mendukung petani dengan menyelesaikan tiga masalah terbesar melalui teknologi, akses ke pasar, akses ke modal dan akses ke persediaan.

“Tidak hanya capacity building yang ingin kita capai tetapi kita juga berharap dapat memberikan dampak sosial yang luas (Social Impact). Dan kita percaya apapun skill yang dimiliki bisa berkontribusi untuk pertanian Indonesia dan mengembangkan pertanian yang lebih baik lagi”

Selanjutnya, tujuan dari kolaborasi antar Yayasan Penabulu dengan Tani Hub Group dalam mengadakan pelatihan Pertanian untuk mendukung program ECHO Green, yaitu mewujudkan:

  • Daya Tahan Petani (Farmers’ Resilience) dimana Tani Foundation berupaya mewujudkan petani yang mampu meningkatkan skala usaha mereka di tengah tantangan pasar dan iklim.
  • Peningkatan Kualitas Pertanian (Improved Agricultural Quality) dimana TaniFoundation berupaya mewujudkan petani yang mampu menghasilkan produk pertanian dalam kualitas dan kuantitas yang baik dengan memanfaatkan pengetahuan dan teknologi terkini dalam pertanian.
  • Ekosistem yang kolaboratif dan berkelanjutan (Collaborative and Sustainable Ecosystem) dimana TaniFoundation berupaya mewujudkan petani yang mampu berkolaborasi dengan pihak – pihak terkait untuk meningkatkan skala usaha, kualitas/kuantitas produksi, serta kesejahteraan mereka.

Sumber: http://echogreen.id/kolaborasi-yayasan-penabulu-dan-tani-hub-group-untuk-pertanian-indonesia/

Train Of Trainers Teknis Pertanian Membahas Permodalan Usaha Tani Oleh Universitas Padjajaran

SENIN – 23 AGUSTUS 2021, Train of Trainers Teknis Pertanian oleh Universitas Padjajaran sebagai narasumber yang diselenggarakan oleh Proyek ECHO Green bersama Tani Foundation untuk tim SDC (Sub District Coordinator) & Tenaga Ahli Pertanian

Train of Trainers yang diselenggarakan oleh ECHO Green bekerjasama dengan Tani Foundation dan Universitas Padjajaran, Bandung. Kegiatan kali ini terdiri dari 2 sesi pembahasan. Sesi pertama disampaikan oleh Eliana Wulandari ,SP., MM, Dosen Universitas Padjajaran dan Zumi Saidah, SP.,M.Si., Dosen Universitas Padjajaran mengenai perencanaan keuangan dan potensi pasar. Serta sesi kedua mengenai media tanam yang disampaikan oleh Apong Sandrawati, S.P., M.Si. & Nadia Nuraniya Kamaludin, S.P., M.Agr., Ph.D.

Pada sektor pertanian, modal merupakan hal yang krusial dan penting dalam hal usaha tani karena modal sangat mempengaruhi kualitas dan kuantitas produk. Namun, kenyataan dilapangan tidak semua petani memiliki modal yang cukup dan juga kemampuan menjangkau sumber – sumber permodalan masihlah sangat terbatas. Terutama pada petani yang memiliki lahan sempit dan kuantitas produksinya masih rendah.

Oleh karena itu, Penting sekali Untuk menjembatani GAP antara pertanian dengan lembaga keuangan khususnya mengenai perkreditan. Kredit Usaha Rakyat atau KUR adalah pinjaman modal kerja yang diberikan kepada individu/badan usaha/kelompok yang dinilai memiliki usaha produktif dan layak. Namun lebih khususnya lagi, kredit ini diberikan kepada mereka yang berhak karena dianggap tidak memiliki agunan atau jaminan tambahan untuk mengajukan pinjaman secara konvensional. Pada dasarnya, kredit bantuan pemerintah ini berbeda dengan pinjaman usaha lainnya sebagaimana suku bunga KUR nya yang sangat rendah. Ketika akan mengajukan KUR, setiap pemilik usaha wajib memenuhi seluruh syarat dan ketentuan yang berlaku.

Selanjutnya, lebih detail lagi pada pembahasan media tanam, narasumber menyampaikan dasar  ilmu tanah seperti: jenis – jenis tanah, cara perlakuan pada tanah dan juga mengenai kesuburan tanah yang berperan penting pada keberhasilan produksi dan perlu diperhatikan.

Sumber: http://echogreen.id/train-of-trainers-teknis-pertanian-membahas-permodalan-usaha-tani-oleh-universitas-padjajaran/

Eco- Enzyme Karya Kelompok Perempuan Tani Desan Lajer

GROBOGAN – Kamis, 2 September 2021, Kelompok perempuan tani dampingan program ECHO Green di desa Lajer, Grobogan mengolah sisa sampah organik (sisa buah) jadi Eco-Enzyme

Sistem pengelolaan sampah organik yang belum maksimal telah menimbulkan masalah dan menyumbang sebesar 60% sampah di Indonesia. Hal ini yang melatarbelakangi kelompok perempuan tani di desa Lajer, Kecamatan Penawangan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah mulai mengolah sisa sampah organik yang berasal dari sayuran dan buah – buahan untuk dijadikan “Eco-Enzyme”

Eco-Enzyme merupakan salah satu pengembangan produk berbasis limbah organik melalui pendekatan sirkular ekonomi. Eco-Enzyme ini dihasilkan dari fermentasi limbah organik seperti ampas buah dan sayuran, gula (gula coklat, gula merah atau gula tebu), dan air.

Enzim mengubah amonia menjadi nitrat (NO3), sebagai hormon alami dan nutrisi untuk tanaman. Enzim pula mengubah karbon dioksida (CO2) menjadi karbonat (CO3) yang bermanfaat bagi tanaman laut dan kehidupan laut. Sehingga Eco Enzyme bisa menjadi cairan multiguna dan salah satu cara manajemen sampah yang memanfaatkan sisa-sisa dapur untuk sesuatu yang sangat bermanfaat.

Ari Kusuma, Sub District Coordinator (SDC) program ECHO Green untuk wilayah Kecamatan Penawangan, Kabupaten Grobogan mengatakan bahwa Eco Enzyme memiliki banyak manfaat di bidang kesehatan, pertanian, peternakan dan perbaikan kualitas lingkungan. Khususnya pada situasi pandemi covid-19, Eco-Enzyme ini dapat dimanfaatkan sebagai desinfektan karena dapat menyerap polutan-polutan di udara. Sehingga udara menjadi lebih segar. Sekaligus bisa mengurangi emisi gas kaca yang disebabkan karbon dioksida.

Eco-Enzyme juga dapat digunakan merangsang hormon tanaman untuk meningkatkan kualitas buah dan sayuran, penolak serangga alami serta meningkatkan hasil panen.

Sri Wahyumi, salah satu kelompok perempuan tani “Sinta Green” menambahkan, tidak hanya bermanfaat sebagai desinfektan alami, eco-enzyme yang melalui proses fermentasi ini akan diambil biangnya (Mama Jelly) yang bisa digunakan sebagai masker wajah dan terapi luka bakar. Jika setiap rumah tangga mampu mengolah sampah mereka untuk menghasilkan enzim ramah lingkungan, Hal itu dapat menghentikan limbah dapur dari polusi tanah dan mengurangi pemanasan global. Sehingga setiap dari kita memiliki peran menyelamatkan perubahan iklim dimulai dari limbah yang kita konsumsi sendiri. “cerdas mengkonsumsi pangan, cerdas pula mengolah limbah sisa pangan!”.

Mama Jelly sendiri adalah “biang” penghasil enzim yang diperoleh pada saat memanen eco-enzyme. bentuknya seperti jelly nata de coco, memiliki kandungan zat anti inflamasi dan anti gatal, sering digunakan untuk masker wajah atau terapi pengobatan luka luar. Untuk menghasilkan mama jelly ini, dibutuhkan waktu minimal 3 bulan untuk proses fermentasi

Sumber: http://echogreen.id/eco-enzyme-karya-kelompok-perempuan-tani-desa-lajer/