Banyak yang Berubah di Lahat Setelah Ekspedisi Menulis Datang

TIMESINDONESIA, LAHAT – Sejak lama, Memo Swando ingin mengubah caranya menanam cabe. Hasil panen lahannya di desa Mengkenang memang mencukupi, tapi ia kesulitan menebus ongkos pupuk kimia dan khawatir melihat dampak bahan kimia pada tanahnya.

Siapa sangka solusinya justru datang dari tetangga yang belum pernah ia temui. Jemi Karter, sesama petani dari desa Tanjung Mulak, mengunggah tulisan berdasarkan pengalamannya bereksperimen membuat pupuk organik dari limbah rumah tangga. Berbekal pelajaran dan kawan barunya ini, Memo optimis lahannya akan lebih menghasilkan.

Sudah tentu Memo Swando tidak sendiri. Ia hanya satu dari sekian banyak pembaca yang mulai menerima manfaat dari  Penatani.id. Platform digital tersebut dibentuk untuk mewadahi karya jurnalisme warga dalam bidang pertanian, pelestarian lingkungan hidup, pemberdayaan masyarakat, serta kebudayaan. Proyek kolaborasi antara Yayasan Sakawarga dan Penabulu Foundation tersebut didukung dana oleh Ford Foundation.

Untuk menjaring serta melatih para jurnalis warga yang akan berkontribusi di Penatani.id, Yayasan Sakawarga dan Penabulu Foundation mengorganisir roadshow pelatihan jurnalisme yang diberi nama Ekspedisi Menulis.

Sepanjang Juni-Agustus 2021, tim Penatani mendatangi 18 desa di dua kecamatan di kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, yakni kecamatan Kota Agung dan Mulak Ulu.

Pada setiap desa, acara Ekspedisi Menulis berlangsung selama dua hari. Pada hari pertama, peserta diberikan penguatan materi dasar-dasar jurnalistik, foto & videografi, dan pengenalan platform Penatani.id. Lalu pada hari kedua, peserta diajak liputan ke lapangan dengan tema dan pembagian tim yang telah disepakati bersama. Kemudian, acara diakhiri dengan proses penyuntingan dan pengunggahan konten ke situs Penatani.id.

Selama dua bulan “tur” keliling Lahat, Ekspedisi Menulis telah menjaring 150 peserta yang kebanyakan terdiri dari rentang usia 20-35 tahun. Latar belakang mereka pun beragam: selain petani, jurnalis warga yang turut serta juga terdiri dari guru, mahasiswa, wiraswasta, dan lain sebagainya.
Diharapkan, melalui Ekspedisi Menulis, Penatani.id juga menjadi sarana berbagi dan mencari informasi bagi para warga di tempat tinggal masing-masing jurnalis.

Menariknya, tiap jurnalis warga datang mengusung tema andalan masing-masing. Sebagian mengangkat konten yang berhubungan dengan sektor pertanian–misalnya seluk beluk tanaman kopi, cabe, dan jahe, pembuatan pupuk organik, hingga pilihan tanaman pelindung kopi. Sebagian mengangkat potensi ekowisata di daerahnya, seperti air terjun dan trekking.

Adapun peserta lain meliput khazanah budaya wilayahnya–seperti rumah adat, pisau tradisional, dan kuliner lokal–serta menyiarkan kabar gembira dari desa-desa yang sukses mengolah sampah plastik dan melindungi hutan adat.

Menantang Diri Sendiri

Bagi para peserta, Ekspedisi Menulis langsung terasa manfaatnya. Maritah dari desa Air Puar, misalnya, hanya menerbitkan tulisannya tentang pertanian dan seluk beluk desanya melalui status Facebook. Dengan hadirnya Penatani, ia mengaku menemukan wadah yang tepat untuk berekspresi dan bercerita.

Ekspedisi Menulis pun meningkatkan kepercayaan diri para peserta. Pada saat acara pertama dimulai, hampir semua peserta malu-malu dan tidak percaya diri untuk menulis artikel, apalagi menjadi host video. Namun, sesama peserta selalu saling menguatkan dan memotivasi. Dengan fasilitasi tim Ekspedisi Menulis, kepercayaan diri mereka perlahan tumbuh sepanjang pelatihan.

Pertukaran ilmu tersebut bahkan berlanjut setelah pelatihan usai. Peserta yang memiliki minat lebih dalam bidang jurnalisme, fotografi, dan videografi dengan sendirinya mendekatkan diri dengan tim Ekspedisi Menulis dan terlibat dalam proses kegiatan Ekspedisi Menulis di desa-desa lain.

Tak sedikit dari mereka turut serta sebagai sukarelawan dan diajak Yayasan Sakawarga serta Penabulu Foundation terlibat dalam produksi film dokumenter tentang sosial-budaya, alam, dan pertanian. Sebagian peserta Ekspedisi Menulis yang dinilai memiliki kemampuan serta minat lebih di bidang tersebut dilibatkan sebagai kru film profesional, dan ditantang untuk turun dalam produksi film sesungguhnya.

Antara akhir Juli hingga pertengahan Agustus 2021, mereka berkolaborasi dengan para filmmaker dari Ekspedisi Menulis dalam proses produksi. Pengalaman ini tak hanya menantang mereka untuk mengembangkan kemampuan teknis serta etos kerja. Para peserta yang beruntung ini pun mengeksplorasi potensi diri serta tempat tinggal mereka.

Selain sebagai kru, para peserta juga dilibatkan sebagai talent dalam proyek dokumenter tersebut. Mereka diajak menggali akar sosial budaya mereka sendiri, termasuk tema yang kerap luput dari perhatian mendalam–seperti pasar tradisional, rumah adat, lahan komunal, kerajinan tradisional, hingga suka duka sekolah di desa terpencil yang hanya bisa dijangkau dengan tiga hari perjalanan.

Ketika proses produksi selesai, setiap kru sependapat bahwa proses produksi tak hanya menambah ilmu teknis tentang produksi film. Pengalaman tersebut juga mengubah sudut pandang mereka tentang tempat mereka tinggal. Wawasan mereka tentang tempat tinggal mereka pun bertambah luas, sehingga mereka menjadi manusia yang lebih mampu menghargai alam, budaya, dan medan sosial yang mereka temui.

Pulang dan Bertumbuh

Lebih jauh lagi, eksposur terhadap kegiatan serta inovasi di desa-desa lain mendorong mereka untuk menciptakan perubahan positif di desanya sendiri.

Para peserta yang bekerja sebagai petani kopi, misalnya, mengaku penasaran setelah membaca serial artikel Penatani.id tetang kisah keberhasilan Bumdes desa Singapure mengolah kopi dengan standar kualitas tinggi.

Terbukti, ketika Bumdes Singapure mengadakan kegiatan pelatihan pengolahan pasca panen kopi, tak sedikit eks-peserta Ekspedisi Menulis yang mendaftar atas kemauan sendiri. Bahkan, mereka memprakarsai kelompok pengembangan petani kopi di desa mereka masing-masing.

Kepekaan mereka terhadap lingkungan sekitar pun kian terasah. Ekspedisi Menulis mengusung misi penyadaran tentang isu lingkungan, yang diterima dengan baik oleh para peserta. Selain pemahaman tentang menjaga hutan dan melestarikan lingkungan, tim Ekspedisi Menulis juga memfasilitasi diskusi tentang keadaan darurat sampah plastik di perairan Indonesia.

Penyadaran ini kian relevan sebab desa yang dikunjungi Ekspedisi Menulis rata-rata adalah desa penyangga hutan lindung. Sebagian bahkan dikelilingi perbukitan yang menjadi sumber air bagi sungai yang mengalir hingga pesisir timur pulau Sumatera.

Pada tempat-tempat ini, pencemaran lingkungan dapat berdampak panjang. Sampah plastik yang dibuang ke sungai akan mengalir ke laut dan meracuni ekosistem di sana. Apabila ini terus terjadi, masyarakat pegunungan pun akan menerima imbasnya.

Kesehatan masyarakat akan terancam sebab mereka mengkonsumsi produk ikan yang telah terkontaminasi mikroplastik.

Memang, butuh waktu untuk melihat dampak jangka panjang dari penyadaran ini.Namun, perubahan sudut pandang ini mulai berangsur nampak. Tak sedikit artikel yang diajukan peserta untuk Penatani.id berbicara tentang kebersihan lingkungan serta pengelolaan sampah. Beberapa bahkan berinisiatif belajar membuat kerajinan dari sampah plastik, serta membuat tempat sampah terpisah untuk sampah organik dan anorganik di desanya.

Perubahan tentu tak akan terjadi dalam semalam. Perjalanannya mestilah panjang dan penuh lika-liku. Namun, proses ini akan bertambah mudah apabila warga dapat saling terhubung dan saling mendukung. Gagasan yang diajukan akan lebih relevan, sebab berasal dari realitas sehari-hari. Pelajaran serta ilmu yang dibagikan pun akan lebih terpakai, sebab bersumber dari keresahan yang nyata.

Terpenting, perubahan yang dipantik dapat bertahan lebih lama dan berdampak lebih luas.

Sumber: https://amp.timesindonesia.co.id/read/news/369030/banyak-yang-berubah-di-lahat-setelah-ekspedisi-menulis-datang