PRESS RELEASE : European Union support reveals the green economy potential of 99 Indonesian villages

ECHO-Green-Closing-Press-Release

Unduh File

SIARAN PERS : Program Uni Eropa membuka potensi ekonomi hijau di 99 desa di Indonesia

ECHO-Green-Closing-Siaran-Pers

Unduh File

Banyak yang Berubah di Lahat Setelah Ekspedisi Menulis Datang

TIMESINDONESIA, LAHAT – Sejak lama, Memo Swando ingin mengubah caranya menanam cabe. Hasil panen lahannya di desa Mengkenang memang mencukupi, tapi ia kesulitan menebus ongkos pupuk kimia dan khawatir melihat dampak bahan kimia pada tanahnya.

Siapa sangka solusinya justru datang dari tetangga yang belum pernah ia temui. Jemi Karter, sesama petani dari desa Tanjung Mulak, mengunggah tulisan berdasarkan pengalamannya bereksperimen membuat pupuk organik dari limbah rumah tangga. Berbekal pelajaran dan kawan barunya ini, Memo optimis lahannya akan lebih menghasilkan.

Sudah tentu Memo Swando tidak sendiri. Ia hanya satu dari sekian banyak pembaca yang mulai menerima manfaat dari  Penatani.id. Platform digital tersebut dibentuk untuk mewadahi karya jurnalisme warga dalam bidang pertanian, pelestarian lingkungan hidup, pemberdayaan masyarakat, serta kebudayaan. Proyek kolaborasi antara Yayasan Sakawarga dan Penabulu Foundation tersebut didukung dana oleh Ford Foundation.

Untuk menjaring serta melatih para jurnalis warga yang akan berkontribusi di Penatani.id, Yayasan Sakawarga dan Penabulu Foundation mengorganisir roadshow pelatihan jurnalisme yang diberi nama Ekspedisi Menulis.

Sepanjang Juni-Agustus 2021, tim Penatani mendatangi 18 desa di dua kecamatan di kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, yakni kecamatan Kota Agung dan Mulak Ulu.

Pada setiap desa, acara Ekspedisi Menulis berlangsung selama dua hari. Pada hari pertama, peserta diberikan penguatan materi dasar-dasar jurnalistik, foto & videografi, dan pengenalan platform Penatani.id. Lalu pada hari kedua, peserta diajak liputan ke lapangan dengan tema dan pembagian tim yang telah disepakati bersama. Kemudian, acara diakhiri dengan proses penyuntingan dan pengunggahan konten ke situs Penatani.id.

Selama dua bulan “tur” keliling Lahat, Ekspedisi Menulis telah menjaring 150 peserta yang kebanyakan terdiri dari rentang usia 20-35 tahun. Latar belakang mereka pun beragam: selain petani, jurnalis warga yang turut serta juga terdiri dari guru, mahasiswa, wiraswasta, dan lain sebagainya.
Diharapkan, melalui Ekspedisi Menulis, Penatani.id juga menjadi sarana berbagi dan mencari informasi bagi para warga di tempat tinggal masing-masing jurnalis.

Menariknya, tiap jurnalis warga datang mengusung tema andalan masing-masing. Sebagian mengangkat konten yang berhubungan dengan sektor pertanian–misalnya seluk beluk tanaman kopi, cabe, dan jahe, pembuatan pupuk organik, hingga pilihan tanaman pelindung kopi. Sebagian mengangkat potensi ekowisata di daerahnya, seperti air terjun dan trekking.

Adapun peserta lain meliput khazanah budaya wilayahnya–seperti rumah adat, pisau tradisional, dan kuliner lokal–serta menyiarkan kabar gembira dari desa-desa yang sukses mengolah sampah plastik dan melindungi hutan adat.

Menantang Diri Sendiri

Bagi para peserta, Ekspedisi Menulis langsung terasa manfaatnya. Maritah dari desa Air Puar, misalnya, hanya menerbitkan tulisannya tentang pertanian dan seluk beluk desanya melalui status Facebook. Dengan hadirnya Penatani, ia mengaku menemukan wadah yang tepat untuk berekspresi dan bercerita.

Ekspedisi Menulis pun meningkatkan kepercayaan diri para peserta. Pada saat acara pertama dimulai, hampir semua peserta malu-malu dan tidak percaya diri untuk menulis artikel, apalagi menjadi host video. Namun, sesama peserta selalu saling menguatkan dan memotivasi. Dengan fasilitasi tim Ekspedisi Menulis, kepercayaan diri mereka perlahan tumbuh sepanjang pelatihan.

Pertukaran ilmu tersebut bahkan berlanjut setelah pelatihan usai. Peserta yang memiliki minat lebih dalam bidang jurnalisme, fotografi, dan videografi dengan sendirinya mendekatkan diri dengan tim Ekspedisi Menulis dan terlibat dalam proses kegiatan Ekspedisi Menulis di desa-desa lain.

Tak sedikit dari mereka turut serta sebagai sukarelawan dan diajak Yayasan Sakawarga serta Penabulu Foundation terlibat dalam produksi film dokumenter tentang sosial-budaya, alam, dan pertanian. Sebagian peserta Ekspedisi Menulis yang dinilai memiliki kemampuan serta minat lebih di bidang tersebut dilibatkan sebagai kru film profesional, dan ditantang untuk turun dalam produksi film sesungguhnya.

Antara akhir Juli hingga pertengahan Agustus 2021, mereka berkolaborasi dengan para filmmaker dari Ekspedisi Menulis dalam proses produksi. Pengalaman ini tak hanya menantang mereka untuk mengembangkan kemampuan teknis serta etos kerja. Para peserta yang beruntung ini pun mengeksplorasi potensi diri serta tempat tinggal mereka.

Selain sebagai kru, para peserta juga dilibatkan sebagai talent dalam proyek dokumenter tersebut. Mereka diajak menggali akar sosial budaya mereka sendiri, termasuk tema yang kerap luput dari perhatian mendalam–seperti pasar tradisional, rumah adat, lahan komunal, kerajinan tradisional, hingga suka duka sekolah di desa terpencil yang hanya bisa dijangkau dengan tiga hari perjalanan.

Ketika proses produksi selesai, setiap kru sependapat bahwa proses produksi tak hanya menambah ilmu teknis tentang produksi film. Pengalaman tersebut juga mengubah sudut pandang mereka tentang tempat mereka tinggal. Wawasan mereka tentang tempat tinggal mereka pun bertambah luas, sehingga mereka menjadi manusia yang lebih mampu menghargai alam, budaya, dan medan sosial yang mereka temui.

Pulang dan Bertumbuh

Lebih jauh lagi, eksposur terhadap kegiatan serta inovasi di desa-desa lain mendorong mereka untuk menciptakan perubahan positif di desanya sendiri.

Para peserta yang bekerja sebagai petani kopi, misalnya, mengaku penasaran setelah membaca serial artikel Penatani.id tetang kisah keberhasilan Bumdes desa Singapure mengolah kopi dengan standar kualitas tinggi.

Terbukti, ketika Bumdes Singapure mengadakan kegiatan pelatihan pengolahan pasca panen kopi, tak sedikit eks-peserta Ekspedisi Menulis yang mendaftar atas kemauan sendiri. Bahkan, mereka memprakarsai kelompok pengembangan petani kopi di desa mereka masing-masing.

Kepekaan mereka terhadap lingkungan sekitar pun kian terasah. Ekspedisi Menulis mengusung misi penyadaran tentang isu lingkungan, yang diterima dengan baik oleh para peserta. Selain pemahaman tentang menjaga hutan dan melestarikan lingkungan, tim Ekspedisi Menulis juga memfasilitasi diskusi tentang keadaan darurat sampah plastik di perairan Indonesia.

Penyadaran ini kian relevan sebab desa yang dikunjungi Ekspedisi Menulis rata-rata adalah desa penyangga hutan lindung. Sebagian bahkan dikelilingi perbukitan yang menjadi sumber air bagi sungai yang mengalir hingga pesisir timur pulau Sumatera.

Pada tempat-tempat ini, pencemaran lingkungan dapat berdampak panjang. Sampah plastik yang dibuang ke sungai akan mengalir ke laut dan meracuni ekosistem di sana. Apabila ini terus terjadi, masyarakat pegunungan pun akan menerima imbasnya.

Kesehatan masyarakat akan terancam sebab mereka mengkonsumsi produk ikan yang telah terkontaminasi mikroplastik.

Memang, butuh waktu untuk melihat dampak jangka panjang dari penyadaran ini.Namun, perubahan sudut pandang ini mulai berangsur nampak. Tak sedikit artikel yang diajukan peserta untuk Penatani.id berbicara tentang kebersihan lingkungan serta pengelolaan sampah. Beberapa bahkan berinisiatif belajar membuat kerajinan dari sampah plastik, serta membuat tempat sampah terpisah untuk sampah organik dan anorganik di desanya.

Perubahan tentu tak akan terjadi dalam semalam. Perjalanannya mestilah panjang dan penuh lika-liku. Namun, proses ini akan bertambah mudah apabila warga dapat saling terhubung dan saling mendukung. Gagasan yang diajukan akan lebih relevan, sebab berasal dari realitas sehari-hari. Pelajaran serta ilmu yang dibagikan pun akan lebih terpakai, sebab bersumber dari keresahan yang nyata.

Terpenting, perubahan yang dipantik dapat bertahan lebih lama dan berdampak lebih luas.

Sumber: https://amp.timesindonesia.co.id/read/news/369030/banyak-yang-berubah-di-lahat-setelah-ekspedisi-menulis-datang

Model Desa CCSR Mampu Percepat Kesejahteraan Masyarakat

KBRN, Pontianak : Bupati Kapuas Hulu Fransiskus Diaan mengapresiasi peluncuran proyek percontohan Model Desa Community Corporate Social Responsibility (Model Desa CCSR) di Desa Marsedan Raya Kecamatan Semitau, Kabupaten Kapuas Hulu, Kamis (12/8/2021).

“Pilot project ini sangat penting karena mendorong pembangunan desa di perkebunan sawit yang inklusif dan berkelanjutan dengan pendekatan kemitraan multi pihak,” katanya.

Menurut Fransiskus Diaan perusahaan memiliki kewajiban untuk membangun desa setempat dimana perusahaan tersebut beroperasi.

“Hal itu telah diatur dalam undang-undang no.48 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan dalam pasal 1 angka 3 dan pasal 74 mengatur bahwa CSR adalah tanggung jawab sosial dan lingkungan yang harus dilaksanakan oleh setiap perseroan,” ujarnya.

Bupati yang akrab disapa Bang Sis ini juga mengimbau agar seluruh perusahaan yang beroperasi di Kabupaten Kapuas Hulu, semakin memperkuat kemitraan dan kerjasama kolaborasi dalam mensukseskan pembangunan yang dilakukan pemerintah.

“Saya ingatkan dalam menjalankan bisnis selalu memperhatikan penghormatan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dan juga harus bebas konflik seperti pemanfaatan lahan, bagi hasil kebun plasma maupun konflik kepentingan yang berdampak pada terganggunya pembangunan desa,” tuturnya.

“Selamat kepada desa-desa terpilih yaitu Desa Marsedan Raya, Desa Mantan dan Desa Tua’ Abang yang sudah menerapkan konsep model desa CCSR manfaat kesempatan ini dengan sebaik mungkin,” timpal Sis.

Sementara itu, Kepala Desa Marsedan Raya Taufik menjelaskan, Resbound datang sebagai sahabat dan penyemangat. Sehingga, aparat desa bisa mencari tahu tentang cara memilih dan menggunakan ilmu atau keterampilan untuk memetik peluang-peluang yang dapat diambil untuk kesejahteraan masyarakat desa.

“Kami sangat tertarik dan berkomitmen menerapkan konsep model desa CCSR dan terus mengembangkan diri dalam kerjasama kemitraan dengan perusahaan sawit di desa kami serta mitra lainnya,” katanya.

“Kami percaya, ini adalah salah satu cara yang dapat kami gunakan untuk mencapai cita-cita desa yang sejahtera inklusif, berkelanjutan dan berkeadilan,” tutup Taufik.

Sumber : https://rri.co.id/pontianak/ekonomi/1148907/model-desa-ccsr-mampu-percepat-kesejahteraan-masyarakat

Sinergi & Kolaborasi Tata Kelola Perkampungan Nelayan Sungsang

PERWAKILAAN Yayasan Penabulu Sumsel Ahmad Arief memaparkan antara lain tentang Sinergi dan kolaborasi dalam tata kelola lingkungan mewujudkan perkampungan nelayan yang bersih, sehat dan indah. Dalam paparannya pada acara webinar Internasional ” praktik baik pemulihan ekonomi lokal di Jepang dan Jerman” dan Dialog Nasional ” Penguatan sinergi antara pemerintah, Pemerintah daerah, pelaku usaha dan komunitas masyarakat sipil di Indonesia dan Kawasan Sub – regional IMT – GT ” yang dilaksanakan Kemendagri di Hotel Novotel Palembang dari tanggal 24,25 dan 26 Februari 2021.

Menurut Ahmad Arief, walaupun belum terwujud sepenuhnya perkampungan Sungsang bersih, Sehat dan Indah, namun peran para pihak terus berkembang.

Camat Banyuasin II Salinan yang turut hadir pada acara tersebut menyampaikan ucapan terima kasih kepada Yayasan Penabulu yang sudah bekerjasama dan pendampingan yaitu salah satunya tata kelola lingkungan sejak tahun 2019 dan berharap di tahun 2021 kerjasama tetap di lanjutkan karena selaras dengan program Banyuasin Sehat dari Bupati Banyuasin H. Askolani dan Wakil Bupati H. Slamet. (Rilis)

Sumber: https://sumselterkini.co.id/kebijakan/sinergi-dan-kolaborasi-tata-kelola-perkampungan-nelayan-sungsang/

Berbarengan Dengan Pemulihan Ekonomi Dan Lingkungan, Penabulu Menilai Dibutuhkan Sinergi Kolaborasi Semua Pihak

Acara Webinar Internasional Penabulu

PALEMBANG, GESAHKITA COM—Adanya Sinergi dan kolaborasi dalam tata kelola lingkungan sangat dibutuhkan untuk mewujudkan perkampungan nelayan Sungsang yang Bersih, sehat dan Indah.

Hal tersebut dikatakan Perwakilan Yayasan Penabulu Sumsel Ahmad Arief dalam paparannya untuk mewujudkan perkampungan nelayan yang bersih, sehat dan indah pada acara wibinar Internasional.

Webinar ini sendiri mengambil tajuk, ” praktik pemulihan ekonomi lokal dikomparasi dengan Negara seperti Jepang dan Jerman, Dialog Nasional dalam Penguatan sinergi antara pemerintah, Pemerintah daerah, Pelaku usaha dan komunitas masyarakat sipil di Indonesia dan Kawasan Sub – regional IMT – GT”.

Acara sudah dimulai dan masih berlangsung dilaksanakan Kemendagri di Hotel Novotel Palembang dari tanggal 24,25 dan 26 Februari 2021.

Menurut Ahmad Arief Walaupun belum terwujud Sepenuhnya perkampungan Sungsang bersih, Sehat dan Indah namun peran para pihak tampak sangat jelas terus berkembang.

“Meski belum 100 persen perkampungan Sungsang bersih, Sehat dan Indah terwujud dengan sinergi dan kolaborasi semua pihak, kita mengakui arahnya memang sudah kelihatan,” kata Arief terkait Upaya yang sedang berjalan di wilayah Sungsang dengan “Program Sungsang Bersih” nya itu.

Pose Bersama Para Peserta dan Panitia, mara sumber pada Acara Webinar Internasional Penabulu di Novotel Palembang

Sementara itu Camat Banyuasin II Salinan yang turut hadir pada acara tersebut menyampaikan ucapan terima kasih kepada Yayasan Penabulu yang sudah bekerjasama dan pendampingan.

Salinan juga menilai pihaknya merasa sangat terbantukan khususnya tata kelola lingkungan sejak tahun 2019. “ Kita sangat berharap di tahun 2021 kerjasama tetap dilanjutkan karena selaras dengan program Banyuasin Sehat dari Bupati Banyuasin H. Askolani dan wakil Bupati H. Slamet,” cetus Camat Banyuasin II itu. (goik)

Sumber: https://gesahkita.com/2021/02/25/berbarengan-dengan-pemulihan-ekonomi-dan-lingkungan-penabulu-menilai-dibutuhkan-sinergi-kolaborasi-semua-pihak/

Dukung program ECHO Green, Camat Ulakan Tapakis Fasilitasi Pertemuan Wali Nagari dan Badan Permusyawaratan Nagari

Padang Pariaman, Media Putra Bhayangkara. Program Mendorong Inisiasi Ekonomi Hijau oleh Petani Perempuan dan Pemuda dalam Sektor Pertanian Berkelanjutan di Indonesia (ECHO-Green), yang didukung oleh Uni Eropa adalah program bersama konsorsium Penabulu sebagai koordinator konsorsium yang bekerjasama dengan lembaga ICCO, Konsil LSM Indonesia, dan KPSHK sebagai anggota konsorsium.

Program yang pelaksanaannya selama tiga tahun (1 Januari 2020 – 31 Desember 2022) ini, bertujuan mempromosikan inisiatif ekonomi hijau oleh petani perempuan dan pemuda di sektor pertanian berkelanjutan. Dalam rangka meningkatkan produktivitas pertanian, keamanan pangan, peluang pekerjaan yang layak dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif, sebagai upaya mendukung pencapaian SDG2, SDG5 dan SDG8 di Indonesia.

Dalam hal itu, Kecamatan Ulakan Tapakis memfasilitasi pertemuan dengan seluruh Wali Nagari dan Ketua Baadan Permusyawaratan Nagari (Bamus) se kecamatan Ulakan Tapakis. Pertemuan yang dilaksanakan pada Selasa 20/10/2020 bertempat di aula kantor Camat serta dihadiri oleh Plt. Camat Ulakan Tapakis Syafruddin, Tim Ahli Land-us Planing Sony Saefulloh berserta rombongan dari Konsil LSM Indonesia, Lusi Anggrayni selaku kordinator Kecamatan dan para Wali Nagari beserta Ketua Bamus se Kecamatan Ulakan Tapakis,Kabupaten Padang Pariaman, Propinsi Sumatra Barat.

Dalam sambutannya, Plt. Camat menyampaikan terima kasih kepada Konsil LSM Indonesia berserta konsorsium, karena telah menunjuk wilayahnya sebagai lokasi program yang berskala nasional. Kami siap mendukung sepenuhnya program ini, hingga selesai pada akhir tahun 2022 nanti.

“Mudah-mudahan program ECHO Green ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya pendapatan petani di kecamatan Ulakan Tapakis. “Apalagi dalam situasi pandemi Covid-19, yang belum tidak dapat kita prediksi kapan akan berakhir”. Ulasnya.

Tim Ahli Sony Saefulloh mengatakan, secara khusus program ini akan fokus pada upaya meningkatkan kolaborasi antara Organisasi Masyarakat Sipil, Pemerintah dan sektor swasta, untuk secara efektif memperkuat keterlibatan petani perempuan dan pemuda. Terutama dalam perencanaan tata ruang dan penggunaan lahan, serta meningkatkan pertanian berkelanjutan praktik di tiga Kabupaten yang telah ditunjuk.

“Pada tahun pertama ini, program ECHO Green akan mendorong peningkatan kapasitas kelompok petani perempuan dan generasi muda di sektor pertanian. Bagi mereka yang bekerja di 100 Desa, pada 8 kecamatan di 3 Kabupaten. Untuk kabupaten Padang Pariaman sebanyak 25 nagari yang tersebar Kecamatan Lubuk Alung, Batang Anai dan Ulakan Tapakis, sedangkan sisanya berada di Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Lombok Timur”. Jelasnya.

Lusi Anggrayni selaku koordinator lapangan menjelaskan, bahwa ECHO Green akan memperkuat keterlibatan perempuan dan pemuda dalam pembangunan Nagari. Dimana berdasarkan Undang Undang Desa dijelaskan, bahwa Pemerintah Desa memiliki wewenang untuk menyusun Rencana Tata Ruang Desain dan Rencana Tata Guna Lahan Desa yang terintegrasi. Artinya proses-proses perencanaan yang dilakukan harus partisipatif, memastikan keterlibatan efektif perempuan, generasi muda dan kelompok terpinggirkan lainnya.

“Untuk mengimplementasikan hal tersebut, maka dilakukan pertemuan dengan seluruh Wali Nagari dan Bamus yang difasilitasi oleh Pemerintah Kecamatan Ulakan Tapakis. Yang intinya, untuk membicarakan rencana aksi atau rangkaian kegiatan penyusunan Rencana Tata Ruang dan Rencana Tata Guna Lahan Nagari, termasuk rencana pembentukan Tim Pemetaan di Nagari”. Ujar Lusi menutup pembicaraan.

Diakhir pertemuan, dilakukan penandatanganan berita acara dan komitmen bersama antara Camat dan seluruh Wali Nagari di wilayah itu. Dalam surat itu dinyatakan, bahwa Pemerintah Nagari se-Kecamatan Ulakan Tapakis mendukung sepenuhnya program ECHO Green. Terutama dalam Perencanaan Tata Ruang dan Tata Guna Lahan di masing-masing Nagari.

Sumber: https://mediaputrabhayangkara.com/dukung-program-echo-green-camat-ulakan-tapakis-fasilitasi-pertemuan-wali-nagari-dan-badan-permusyawaratan-nagari/

Tingkatkan Ketahanan Pangan: Uni Eropa dan Yayasan Penabulu Luncurkan Proyek ECHO Green untuk Mendorong Ekonomi Hijau yang Inklusif di Sektor Pertanian

Yayasan Penabulu bersama Konsorsium pendukung Sistem Hutan Kerakyatan (KpSHK), Konsil LSM Indonesia dan ICCO Cooperation hari ini meluncurkan proyek bertajuk “Promoting Green Economic Initiatives by Women and Youth Farmers in the Sustainable Agriculture Sector in Indonesia (ECHO Green)”.

Peluncuran proyek ECHO Green yang bertepatan dengan Hari Pangan Sedunia diselenggarakan bekerja sama dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Kementerian Pertanian, dan Pemerintah Kabupaten Lombok Timur.

Dengan dukungan dana dari Uni Eropa senilai €950.000 atau Rp 16.6 miliar, proyek ECHO Green akan meningkatkan kolaborasi antara Pemerintah, organisasi masyarakat sipil (CSO) dan sektor swasta untuk memperkenalkan praktik pertanian berkelanjutan dan untuk memastikan keterlibatan perempuan dan petani muda dalam perencanaan tata ruang dan penggunaan lahan.

Proyek ini akan memberikan dukungan teknis kepada 120 CSO, 100 petani perempuan, 100 petani muda, dan 100 desa di delapan kecamatan di tiga kabupaten di Indonesia, yaitu Padang Pariaman (Sumatera Barat), Grobogan (Jawa Tengah) dan Lombok Timur (Nusa Tenggara Barat). Proyek tersebut akan berakhir pada tahun 2022.

Eko Komara, Direktur Yayasan Penabulu, menyatakan dukungannya untuk ekonomi hijau yang inovatif dengan perempuan dan kaum muda berada di garis depan. “ECHO Green dapat digunakan sebagai media pembelajaran untuk pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) di daerah. Perempuan dan kaum muda memiliki peran penting dalam bidang pemberdayaan sumber daya manusia, dan menjadi motor pembangunan di era Teknologi Informasi 4.0.  ECHO Green memiliki ambisi untuk meningkatkan ekonomi hijau, khususnya di bidang pertanian sebagai sektor andalan untuk menciptakan lapangan kerja yang berkelanjutan, mewujudkan kedaulatan dan keberlanjutan pangan, serta memperkenalkan pendekatan yang lebih inklusif bagi semua pihak,” kata Eko.

Dida Suwarida, National Program Manager ECHO Green, mengatakan proyek tersebut akan memanfaatkan teknologi digital untuk memperkenalkan konsep Ekonomi Hijau kepada masyarakat penerima manfaat di Kabupaten Padang Pariaman, Lombok Timur, dan Grobogan. “Virus corona berisiko bagi masyarakat. Wabah virus memberikan keyakinan kepada kita bahwa perempuan dan kaum muda harus mengambil peran untuk mengamankan masa depan kita. Tanpa optimalisasi teknologi digital, pandemi akan menyebabkan kurangnya minat terhadap pertanian berkelanjutan serta terhambatnya distribusi dan rantai produksi, pemasaran dan konsumsi,” kata Dida.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, pemerintah mencatat isu peningkatan kebutuhan pangan seiring dengan pertambahan jumlah penduduk sebesar 1,2 persen. Namun produktivitas  yang  relatif  rendah  dan  fluktuasi harga menyebabkan daya tawar petani rendah.

Proyek ECHO Green sejalan dengan agenda prioritas pembangunan nasional untuk tahun 2020-2024, terutama:

  • Strategi  6.2.2  Meningkatkan  peran  dan keterwakilan perempuan dalam politik dan pembangunan;
  • Strategi 6.3.3 Pengelolaan sumber daya alam  dan  lingkungan  yang  berkelanjutan,  dan  penataan ruang kawasan perdesaan;  dan
  • Strategi 6.9.9  Meningkatkan partisipasi generasi muda dalam pembangunan.

Dukungan Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman, Grobogan dan Lombok Timur membawa nilai tambah dalam pencapaian tujuan ECHO Green.

“Strategi dan konsep ECHO Green sejalan dengan apa yang sedang dicanangkan Pemerintah Kabupaten Lombok Timur yaitu bagaimana memanfaatkan potensi lokal seperti perikanan, pertanian dan pariwisata sehingga menggairahkan perekonomian yang inklusif dan berkelanjutan,” kata H.M. Juaini Taofik, Sekretaris Daerah Kabupaten Lombok Timur.

Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Grobogan, Anang Armunanto, mengatakan proyek ECHO Green sangat penting bagi Grobogan karena akan mendorong dan memberdayakan perempuan dan pemuda untuk bekerja di sektor pertanian yang menjadi andalan Kabupaten Grobogan. “Proyek ini diharapkan akan menumbuhkan minat dan ketrampilan teknis mereka untuk menggeluti dunia pertanian,” kata Anang.

Hal senada diungkapkan Yurisman, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Padang Pariaman. “Proyek ECHO Green sejalan dengan upaya yang dilakukan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Padang Pariaman. Diharapkan pembelajaran berharga dari proyek ini dapat meningkatkan kesejahteraan petani,” kata Yurisman.

“Uni Eropa bangga mendukung proyek ini di tiga kabupaten di Sumatera Barat, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Barat. Bagi kami, ekonomi hijau yang inklusif adalah bagian dari pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB). Dengan menerapkan prinsip ekonomi hijau dan inklusif di sektor pertanian akan meningkatkan produktivitas pertanian, menciptakan pendapatan, dan mengurangi ketimpangan dan kemiskinan,” kata Duta Besar Uni Eropa Vincent Piket. “Perempuan dan petani muda memainkan peran penting dalam komunitas pertanian lokal. Melatih mereka menggunakan teknologi pertanian modern akan meningkatkan ketahanan pangan dan nutrisi. Hal ini akan membantu membangun pertanian jangka panjang dan berkelanjutan. Dengan demikian, proyek baru ini akan memberikan manfaat langsung bagi warga Padang Pariaman, Grobogan, dan Lombok Timur,” tambahnya.

Sumber: https://eeas.europa.eu/delegations/indonesia/87091/tingkatkan-ketahanan-pangan-uni-eropa-dan-yayasan-penabulu-luncurkan-proyek-echo-green-untuk_id

Uni Eropa dan Yayasan Penabulu Luncurkan ECHO Green

TRIBUNJAKARTA.COM – Yayasan Penabulu bersama Konsorsium pendukung Sistem Hutan Kerakyatan (KpSHK), Konsil LSM Indonesia, dan ICCO Cooperation, hari ini meluncurkan proyek bertajuk Promoting Green Economic  Initiatives  by  Women  and Youth Farmers in the Sustainable Agriculture Sector in Indonesia (ECHO Green).

Bertepatan dengan Hari Pangan Sedunia, proyek yang baru diluncurkan ini bekerjasama dengan sejumlah Kementerian Indonesia.

Sejumlah Kementerian tersebut diantaranya adalah Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/ BAPPENAS), Kementerian PPPA, Kementerian  Desa,  Daerah  Tertinggal,  dan Transmigrasi, Kementerian Pertanian, dan Pemerintah Kabupaten Lombok Timur.

Direktur Yayasan Penabulu, Eko Komara, mengatakan, proyek ini mendapat dukungan dana dari Uni Eropa sebesar Rp 16,6 miliar.

“Proyek ECHO Green akan meningkatkan kolaborasi antara pemerintah, organisasi masyarakat sipil (CSO), dan sektor swasta untuk memperkenalkan praktik pertanian berkelanjutan dan untuk memastikan keterlibatan perempuan dan petani muda dalam perencanaan tata ruang dan penggunaan lahan,” katanya dalam konferensi pers secara daring, Jumat (16/10/2020).

Eko Komara menjelaskan, proyek yang sejatinya sudah berjalan ini memberi dukungan teknis pada 120 CSO, 100 petani perempuan, 100 petani muda, dan 100 desa di delapan Kecamatan yang ada di  tiga Kabupaten di Indonesia.

“Tiga Kabupaten  yaitu Padang Pariaman  (Sumatera Barat), Grobogan (Jawa Tengah), dan Lombok Timur (Nusa Tenggara Barat),” katanya.

Lanjut Eko, ECHO Green juga dapat digunakan sebagai media pembelajaran untuk tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB) di daerah-daerah.

Menurutnya, perempuan  dan kaum muda memiliki  peran  penting  dalam  bidang  pemberdayaan sumber daya manusia,  serta menjadi motor pembangunan di era teknologi informasi 4.0.

“ECHO Green memiliki ambisi untuk meningkatkan ekonomi hijau, khususnya di bidang pertanian sebagai sektor andalan untuk menciptakan lapangan kerja yang  berkelanjutan, mewujudkan  kedaulatan  dan  keberlanjutan  pangan,  serta  memperkenalkan pendekatan yang lebih inklusif bagi semua pihak,” paparnya.

Sementara itu, National Program Manager ECHO Green, Dida Suwarida, menuturkan, ECHO Green memanfaatkan teknologi  digital  untuk memperkenalkan konsep  ekonomi  hijau  kepada  masyarakat penerima manfaat di tiga Kabupaten ini.

“Virus corona berisiko bagi masyarakat. Wabah virus memberikan keyakinan kepada kita bahwa perempuan dan kaum muda harus  mengambil  peran  untuk  mengamankan  masa  depan  kita. Tanpa  optimalisasi  teknologi  digital, pandemi  akan  menyebabkan  kurangnya  minat  terhadap  pertanian  berkelanjutan  serta  terhambatnya distribusi dan rantai produksi, pemasaran dan konsumsi,” katanya.

Sementara itu, Sekretaris Daerah Kabupaten  Lombok Timur, Juaini  Taofik, mengaku bahwa strategi dan konsep ECHO Green sejalan dengan yang dicanangkan oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Timur.

“Bagaimana memanfaatkan  potensi lokal seperti perikanan, pertanian dan  pariwisata  sehingga  menggairahkan  perekonomian  yang  inklusif dan berkelanjutan,”  tuturnya dalam konferensi pers secara daring.

Sementara itu, Kepala  Badan  Perencanaan  Pembangunan  Daerah  (BAPPEDA)  Kabupaten  Grobogan,  Anang  Armunanto,  mengatakan, ECHO Green sangat penting bagi daerah Grobogan.

“Ini akan mendorong  dan  memberdayakan  perempuan  dan  pemuda  untuk  bekerja  di  sektor  pertanian  yang  menjadi  andalan  Kabupaten  Grobogan,” bebernya.

“Kami harap ini akan  menumbuhkan  minat dan keterampilan teknis mereka untuk menggeluti dunia pertanian,” timpalnya lagi.

Terakhir, Duta Besar Uni Eropa, Vincent  Piket, berujar, pihaknya merasa bangga dapat mendukung proyek ECHO Green di tiga Kabupaten ini.

“Bagi  kami,  ekonomi  hijau  yang  inklusif  adalah  bagian  dari  pencapaian  tujuan  pembangunan  berkelanjutan  (TPB).  Dengan  menerapkan  prinsip  ekonomi  hijau  dan  inklusif  di  sektor  pertanian  akan  meningkatkan  produktivitas  pertanian,  menciptakan  pendapatan,  dan  mengurangi  ketimpangan dan kemiskinan,”  ujarnya.

Sumber: https://jakarta.tribunnews.com/2020/10/16/uni-eropa-dan-yayasan-penabulu-luncurkan-echo-green?page=1