Sosialisasi RESBOUND dan Semiloka: Membangun Kerangka Desa Lingkar Sawit yang Berkelanjutan dan Sejahtera di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat

RESBOUND (Responsible and Sustainable Business in Indonesia Palm Oil Plantation) adalah proyek tiga tahun, yang dilaksanakan oleh Yayasan PENABULU dan PKPA bersama dengan ICCO Cooperation, dengan dukungan dari European Union. Tujuan dari program ini diantaranya adalah untuk memperkuat inisiatif stakeholder dan para pemangku kepentingan dalam mendukung kehidupan pedesaan yang layak bagi petani kecil dan pekerja di perkebunan kelapa sawit melalui perumusan Community and Corporate Sosial Responsibility (CCSR); penguatan desa dan BUMDES serta komunitas lokal, di Propinsi Kalimantan Barat dan Sumatera Utara.

Pada tanggal 26 September 2019 telah dilaksanakan Sosialisasi dan Semiloka Program RESBOUND yang berlangsung di Balai Majelis Adat Budaya Melayu Putusibau. Kegiatan dihadiri 70 orang stakeholder perwakilan dari kalangan Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas Hulu (PJW Setda dan jajaran OPD), perwakilan Muspika Kecamatan Semitau dan Suhaid, Forum LSM dan perwakilan OMS (Organisasi Masyarakat Sipil) lokal yang bekerja di Kabupaten Kapuas Hulu dan akademisi dan perwakilan masyarakat dari sepuluh Desa di Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat yaitu tujuh desa di Kecamatan Semitau antara lain: (1) Desa Sekedau, (2) Nanga Seberuang, (3) Nanga Lemedak, (4) Semitau Hilir, (5) Tua Abang dan (6) Marsedan Raya dan (7) Nanga Kenapai dan tiga desa di Kecamatan Suhaid, antara lain: (1) Nanga Suhaid,  (2) Mantan dan (3) Menapar.

Program ini mengusung tiga area intervensi yaitu: 1) Pengembangan kerangka pendekatan inklusi dari sektor bisnis kelapa sawit dalam kerangka Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia berdasarkan Prinsip-prinsip Panduan Bisnis dan Hak Asasi Manusia dengan memanfaatkan dana CSR perusahaan di tingkat desa perkebunan yang terintegrasi dengan Dana Desa; 2) Penguatan peran Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) di area perkebunan untuk mendorong penghormatan dan perlindungan HAM dalam rantai pasokan minyak sawit yang berkelanjutan; dan 3) Penyadartahuan tentang pentingnya sawit berkelanjutan sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian No. 11/2015 dan tata aturan global dalam Panduan Bisnis dan Hak Asasi Manusia.

Sambutan baik oleh Bupati Kapuas Hulu melalui Pj Sekda. Bp. Muchtarudin, M. AP, “Sektor sawit merupakan sektor strategis bagi Kapuas Hulu. Kami menyambut baik program ini. Perusahaan sawit yang beroperasi di desa Kapuas Hulu, perlu untuk melakukan pendampingan desa melalui CSR yang disinkronkan dengan rencana pembangunan desa, misalkan untuk memperbaiki pelayanan sosial dasar dan stunting. Bagi kepala desa, CSR dari perusahaan harus terintegrasi dengan APBDes. Apabila belum, Kabupaten akan melakukan asistensi. Selain itu, rencana pembangunan desa harus memperhatikan kebutuhan masyarakat. Bukan rencana pembangunan yang dibuat sendiri”.

Melalui catatan sambutannya, Bupati Kapuas Hulu mengakui masih adanya permasalahan dalam rantai pasok kelapa sawit, diantaranya kebakaran hutan dan lahan serta polusi debu akibat pengangkutan sawit. Bupati Kapuas Hulu menghimbau perlunya praktik bisnis yang bertanggung jawab dan berkelanjutan, serta menegaskan perlunya komitmen perusahaan dan pemerintah desa untuk terwujudnya desa sawit yang berkelanjutan dan sejahtera.

Dalam kegiatan yang dilaksanakan selama 6 jam, selain mensosialisasikan Program RESBOUND untuk 3 tahun di Kapuas Hulu, dilakukan juga semiloka dengan 3 topik pembahasan, antara lain:

  • “RESBOUND dan Peran Masyarakat Sipil dalam Inklusi Sosial Menuju Desa Sejahtera”
  • “Desa Membangun dan Peran CSR dalam Pembangunan Desa”

“Prioritas Pembangunan di Kapuas Hulu Tahun 2020”.

Pertemuan dengan OMS Lokal di Kapuas Hulu sebagai Tindak Lanjut Sosialisasi RESBOUND

Sebagai tindak lanjut dalam sosialisasi RESBOUND, pertemuan informal Tim RESBOUND (Penabulu dan ICCO) dengan LSM Lokal yang bekerja di Kapuas Hulu yang berlangsung pada tanggal 26 September 2019 di Banana Sky Resto Putusibau.

Pertemuan tersebut di hadiri oleh 15 orang yang berasal dari:

  1. TFCA Kalimantan Barat
  2. IOM
  3. Masyarakat Adat
  4. GIZ
  5. Penggiat Adat
  6. KOMPAKH
  7. WWF ID
  8. P2KB

Dari pertemuan dengan OMS lokal diketahui bahwa semua stakeholder yang hadir dalam 2 kegiatan (Sosialisasi dan pertemuan informal OMS Lokal Putusibau) menyambut baik program RESBOUND dan Yayasan Penabulu, hal ini dikarenakan Program RESBOUND dan keberadaan Yayasan Penabulu dianggap menjadi memberi penyegaran/ jalan tengah/ program alternatif yang berbeda dengan program NGO lain yang bergerak di isu lingkungan.

Penabulu di-recognisi bisa memberi angin segar untuk pertumbuhan dan perkembangan desa-desa dampingan maupun desa secara keseluruhan melalui bentuk penguatan desa (keuangan, kelembagaan dan tata kelola pemerintah desa). Capaian yang diharapkan dalam Program RESBOUND memberikan harapan kepada OMS lokal yang bekerja di Kabupaten Kapuas Hulu dengan adanya keterbukaan teman-teman CSR. Hal ini semakin menjadikan dorongan kepada Tim RESBOUND untuk menyampaikan hasil proses di Kalimantan Barat dan kolaborasi dengan GAR semakin kuat.

Hasil diskusi dalam pertemuan RESBOUND dengan OMS Lokal yang perlu ditindak lanjuti, antara lain:

  • Follow up GAR di Jakarta dan Kapuas Hulu (khususnya GAR yang ada di area proyek RESBOUND)
  • Pelatihan-pelatihan yang akan diselenggarakan oleh RESBOUND akan melibatkan banyak OMS lain yang bekerja di Kapuas Hulu
  • Perlu dipertimbangkan ada nota kesepahaman antara Penabulu dengan OPD (masih dalam pertimbangan)

Berdasarkan analisis hasil semiloka dan dialog dengan OMS Lokal di Kapuas Hulu, perubahan Logframe RESBOUND akan memungkinkan untuk dilakukan menyesuaikan dengan situasi di Kalimantan Barat, khususnya area proyek.

Penelitian Dasar Situasi HAM dan Praktik Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam Rantai Nilai Kelapa Sawit di Kalimantan Barat

Kompleksitas rantai nilai kelapa sawit memperlihatkan berbagai tantangan yang dihadapi dari isu ketenagakerjaan, rendahnya produktivitas hasil panen petani sawit mandiri, keterbatasan akses petani terhadap sumber bibit legal, akses sumber pupuk bermutu, jarak lokasi kebun dan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) serta minimnya informasi desa tentang kesesuaian Non-Deforestation, Peat dan Exploitation (NDPE) dan risiko sosial (Mafira, Rakhmadi dan Novianti 2018).

Fenomena keberlanjutan rantai nilai pada bagian hulu, hilir dan bagian akhir konsumen seperti gambaran puncak gunung es, yang hanya bisa memperlihatkan sebuah kejadian pada permukaan namun sulit untuk mengungkap atribut yang menjadi penyusunnya. Diagnostik keberlanjutan akan dilakukan untuk mengungkap baseline kolaborasi situasi perlindungan dan pemajuan HAM dan praktik CSR untuk mencapai sasaran target ideal dari aspek keberlanjutan dari semua dimensi yaitu dimensi ekonomi, sosial, lingkungan, kelembagaan, politik dan teknologi (Alder et al., 2000; Hermawan et al., 2006)

Pada tanggal 12 September 2019, dilakukan diskusi terfokus di Ruang Kecamatan Semitau, Kabupaten Kapuas Hulu dengan maksud menyediakan ruang bagi multi-stakeholder untuk mencurahkan pendapatnya, terkait situasi dasar perlindungan, pemajuan dan pemenuhan hak asasi manusia warga desa di Kalimantan Barat. Informasi dasar ini akan dipergunakan untuk menyusun panduan bersama tentang Community and Corporate Social Responsibility (CCSR).

Diskusi terfokus yang difasilitasi oleh Yayasan Penabulu yang bekerjasama dengan Plan B ini dihadiri oleh Pemerintah Kecamatan dari Kecamatan Suhaid dan Semitau, Manajemen Perusahaan dari PT. Kartika Prima Cipta dan PT. Paramita Internusa Pratama, Pemerintah dan Masyarakat Desa dari 5 Desa; (1) Desa Sekedau, Kecamatan Semitau, (2) Desa Semitau Hilir, Kecamatan Semitau, (3) Desa Marsedan Raya, Kecamatan Semitau, (4) Desa Nanga Suhaid, Kecamatan Suhaid dan (5) Desa Mantan, Kecamatan Suhaid.

Dengan metode partisipatif melalui diskusi kelompok dan observasi, kegiatan ini mempunyai tujuan khusus ini antara lain untuk mendapatkan informasi tentang:

  1. Situasi perlindungan hak asasi manusia warga desa dan praktik keberlanjutan perusahaan terhadap pembangunan desa;
  2. Regulasi yang tersedia terkait dimensi keberlanjutan sektor perkebunan baik di tingkat desa dan kabupaten;
  3. Identifikasi status keberlanjutan dimensi lingkungan, ekonomi, sosial, kelembagaan, politik dan teknologi dari rantai nilai kelapa sawit.